Bahaya Kecemasan dan mempertanyakan Mengapa Efikasi Diri Infertilitas Penting

Sister dan paksu sudah tahu jika masalah infertilitas tidak hanya berkaitan dengan kesehatan reproduksi tapi juga berdampak pada kesehatan mental. Sehingga agar akurat bermunculan banyak alat ukur kesehatan mental yang berfokus pada aspek tekanan dan masalah psikologis. Misalnya, Beck Depression Inventory dan State Trait Anxiety Measure yang digunakan untuk menilai tingkat depresi dan kecemasan. Alat lainnya seperti Ways of Coping, Fertility Problem Inventory, hingga Concerns During Assisted Reproductive Technologies scale lebih berfokus pada stres dan persoalan psikososial.

Nah pendekatan diatas belum ada yang melihat aspek yang tak kalah penting yaitu keyakinan pasien terhadap kemampuan mereka sendiri. Proses ini berkaitan dengan efikasi diri.

Pahami Efikasi Diri yang berfokus pada Kemampuan, Bukan Masalah

Efikasi diri berfokus pada kemampuan dan kepercayaan diri seseorang untuk terlibat dalam perilaku tertentu, baik itu menyuntik diri sendiri, menghadiri sesi terapi, atau tetap mengikuti regimen pengobatan yang ketat. Cara ini telah banyak digunakan dalam bidang kesehatan lain, seperti kanker, artritis, diabetes, perimenopause, aktivitas fisik, hingga penggunaan kondom.

Jadi sister dan paksu dapat membayangkan proses ini dilakukan “ketika seseorang memandang situasi sulit sebagai sesuatu yang dapat dikendalikan, maka situasi tersebut terasa lebih ringan, lebih bisa diprediksi, dan tidak terlalu mengancam.

Efikasi Diri Mempengaruhi Hasil Reproduksi? 

Efikasi diri tidak hanya berdampak pada kesehatan mental, tapi juga berpotensi memengaruhi biologis dalam kesehatan reproduksi. Misalnya, wanita yang awalnya percaya diri dalam menjalani pengobatan bisa kehilangan kepercayaan itu setelah beberapa kali keguguran atau siklus gagal. Dalam kondisi ini, intervensi psikologis sangat dibutuhkan untuk membangun kembali efikasi dirinya.

Fakta dilapangan bahwa perempuan yang infertil sering kali memulai perawatan dengan kepercayaan diri yang tinggi. Namun, kepercayaan tersebut perlahan terkikis seiring panjangnya proses pengobatan dan tekanan yang mereka alami.

Dilain sisi pada wanita terbukti mengalami tekanan yang lebih besar dibandingkan pasangan pria, terutama karena mereka yang menjalani sebagian besar prosedur invasif dan harus menyesuaikan hidupnya dengan siklus pengobatan. Namun demikian, baik pria maupun wanita dapat sama-sama mendapat manfaat dari intervensi psikososial, dan infertilitas tetap merupakan pengalaman baru bagi kebanyakan orang.

Menerapkan efikasi diri dalam konteks infertilitas bukan sekadar tambahan. Ini adalah langkah penting untuk memahami bagaimana pasien menghadapi diagnosis dan perawatan yang sangat menantang secara fisik dan emosional. Dengan berfokus pada kemampuan setidaknya dapat mengurangi rasa sakit dan rasa takut yang dihadapkan kepada pasangan pejuang dua garis. Salah satunya adalah dengan bergabung pada komunitas untuk mendapatkan dukungan. Informasi menarik lainnya jangan lupa follow Instagram @menujuduagaris.id.

Referensi

  • Cousineau, T. M., Green, T. C., Corsini, E. A., Barnard, T., Seibring, A. R., & Domar, A. D. (2006). Development and validation of the Infertility Self-Efficacy scale. Fertility and sterility, 85(6), 1684-1696.