
Sperma yang mampu bergerak dengan baik (motilitas) merupakan kunci penting untuk mencapai pembuahan. Salah satu parameter utama yang digunakan adalah progressive motility (PR), yaitu persentase sperma yang mampu bergerak maju secara efektif. Dalam beberapa dekade terakhir, tren kualitas sperma menunjukkan penurunan signifikan, khususnya pada aspek motilitas.
Salah satu kondisi serius terkait masalah ini adalah asthenozoospermia (AZS), yaitu penurunan motilitas sperma dengan nilai PR < 32%. Asthenozoospermia menjadi penyebab mayoritas kasus infertilitas pria, yang secara keseluruhan berkontribusi terhadap 14% pasangan infertil di dunia.
Penyebab AZS cukup beragam, mulai dari varikokel, kelainan endokrin, paparan lingkungan, inflamasi, hingga efek obat-obatan. Namun, dalam banyak kasus, penyebabnya tidak dapat diidentifikasi melalui pemeriksaan klinis rutin. Kondisi ini kemudian disebut sebagai idiopathic asthenozoospermia (iAZS).
Peran ROS dalam Patogenesis iAZS
Salah satu faktor yang banyak dikaji dalam iAZS adalah peran reactive oxygen species (ROS). ROS merupakan molekul oksigen reaktif yang meliputi superoksida (O2-), hidrogen peroksida (H2O2), radikal hidroksil (OH-), dan singlet oksigen (1O2). Molekul ini bersifat sangat reaktif dan berumur pendek, sehingga sulit dideteksi langsung pada sampel manusia.
ROS memiliki dua sisi peran dalam biologi sperma: Fisiologis (konsentrasi rendah): Mendukung proses spermatogenesis. Berperan dalam maturasi sperma. Memfasilitasi reaksi akrosom dan fertilisasi. Patologis (konsentrasi tinggi): Menyebabkan kerusakan DNA sperma. Memicu apoptosis (kematian sel). Menginduksi lipid peroksidasi pada membran plasma sperma yang kaya asam lemak tak jenuh, sehingga merusak integritas membran. Dan Mengganggu motilitas sperma secara langsung.
Pada iAZS, diperkirakan ketidakseimbangan antara produksi ROS dan kapasitas antioksidan menjadi penyebab utama kerusakan sperma. Hal ini diperparah oleh terbatasnya kemampuan sperma untuk memperbaiki kerusakan DNA.
Mekanisme Stres Oksidatif pada Sperma
Ketika jumlah ROS berlebihan, terjadi kondisi stres oksidatif. Dampaknya antara lain:
- Kerusakan DNA sperma: akibat ketiadaan mekanisme perbaikan yang efektif.
- Disfungsi mitokondria: menghambat produksi energi (ATP) yang diperlukan untuk motilitas.
- Gangguan morfologi sperma: melalui kerusakan struktur membran dan ekor sperma.
Akibatnya, sperma kehilangan kemampuan bergerak optimal, yang menjadi ciri khas asthenozoospermia.
Tantangan Klinis dan Strategi Terapi
Hingga kini, patogenesis iAZS belum sepenuhnya jelas. Namun, pemahaman mengenai peran ROS membuka peluang intervensi terapeutik. Beberapa strategi yang sedang diteliti antara lain:
- Antioksidan eksogen: suplementasi vitamin C, vitamin E, koenzim Q10, atau L-carnitine
- Pendekatan gaya hidup: mengurangi paparan rokok, alkohol, polusi, dan stres.
- Modulasi jalur redoks: menargetkan mekanisme molekuler tertentu untuk menyeimbangkan ROS dan antioksidan.
Idiopathic asthenozoospermia merupakan tantangan besar dalam bidang infertilitas pria karena penyebabnya belum sepenuhnya diketahui. Bukti ilmiah terkini menunjukkan bahwa ROS berperan penting dalam keseimbangan antara fungsi fisiologis dan kerusakan sperma.
Menjaga keseimbangan ROS melalui mekanisme alami tubuh maupun intervensi terapeutik menjadi kunci dalam mempertahankan kesehatan reproduksi terutama untuk paksu. Untuk itu pemahaman lebih lanjut mengenai dinamika ROS diharapkan dapat membantu mengembangkan strategi klinis yang lebih efektif untuk mengatasi iAZS. Informasi menarik lainnya jangan lupa follow Instagram @menujuduagaris.id
Referensi
Wang, Z., Li, D., Zhou, G., Xu, Z., Wang, X., Tan, S., … & Yuan, S. (2025). Deciphering the role of reactive oxygen species in idiopathic asthenozoospermia. Frontiers in Endocrinology, 16, 1505213.