
Infertilitas bukan hanya perkara medis, tapi juga isu sosial dan ekonomi yang semakin mendapat sorotan di berbagai belahan dunia. Diperkirakan, 22,3% pasangan mengalami infertilitas angka yang mencerminkan bahwa ini bukan masalah individu semata, melainkan sudah menjadi tantangan global dalam ranah kesehatan reproduksi.
Salah satu hambatan utama yang dialami pasangan infertil adalah minimnya informasi mengenai akses layanan dan kesiapan finansial. Akibatnya, banyak yang tidak mendapatkan penanganan dini yang sebenarnya sangat krusial.
Program Hamil dan Biaya
Dalam artikel ini ingin menunjukkan sebuah hasil dari penelitian guna memberikan gambaran konkret mengenai alokasi biaya yang diperlukan untuk menangani satu kasus infertilitas, dari perspektif sosial. Angka Biaya dan Realitas Psikososial melibatkan 17 wanita dalam wawancara mendalam, Hasilnya menunjukkan bahwa biaya satu siklus IVF sangat bervariasi tergantung usia, penyebab infertilitas, metode yang digunakan, dan jenis fasilitas kesehatan. Rinciannya sebagai berikut:
- Biaya berdasarkan usia: <35 tahun: Rp99,139,468, 35–39 tahun: Rp112,547,433, ≥40 tahun: Rp109,943,598
- Biaya berdasarkan penyebab infertilitas: Faktor wanita: Rp94,877,925, Faktor pria: Rp110,292,261 dan Faktor pria dan wanita: Rp114,732,351
- Biaya berdasarkan metode IVF: Semi natural: Rp53,673,111, Injeksi hormon: Rp110,548,132
- Biaya berdasarkan jenis fasilitas: Fasilitas negeri: Rp102,319,691, Fasilitas swasta: Rp143,823,928
Selain dari sisi ekonomi, aspek psikososial juga tak kalah penting. Rata-rata skor kualitas hidup dengan infertilitas mengalami gangguan kejiwaan, terutama depresi (16,36%) dan kecemasan (16,36%). Ini membuktikan bahwa beban infertilitas bukan hanya soal biaya, tapi juga emosi dan mental yang terkuras.
Infertilitas membawa beban ganda finansial dan psikologis. Biaya tinggi yang dikeluarkan untuk satu siklus IVF berpotensi menyebabkan pengeluaran katastropik, yakni pengeluaran medis yang membebani ekonomi keluarga. Di sisi lain, kualitas hidup dan kesehatan mental perempuan infertil juga berdampak signifikan.
Indonesia dan Infertilitas
Dari realitas ini fakta yang sister dan paksu harus siap hadapi adalah perlunya perhatian lebih besar pada isu infertilitas, baik dari sisi kebijakan publik, edukasi masyarakat, maupun sistem pembiayaan yang lebih inklusif dan terjangkau. Selama 2018-2023, pemerintah Indonesia bekerja sama dengan UNFPA dan UNICEF melalui Program Better Sexual and Reproductive Health and Rights for All in Indonesia atau BERANI, sudah berupaya meningkatkan kualitas kesehatan dan hak-hak seksual dan reproduksi bagi perempuan dan anak muda di seluruh Indonesia. Salah satu fokus BERANI adalah menyediakan layanan dan informasi kesehatan seksual dan reproduksi yang ramah anak muda.
Selama program berlangsung, banyak pencapaian yang signifikan telah terjadi. Lebih dari 20 kebijakan, strategi advokasi, dan peta jalan telah dikembangkan untuk mempromosikan kesehatan dan hak-hak seksual dan reproduksi. Klinik-klinik swasta juga telah diperkuat untuk menyediakan layanan berkualitas yang ramah bagi kaum muda. Ribuan remaja telah menerima pendidikan seksualitas yang komprehensif dan informasi tentang manajemen kebersihan menstruasi. Ini tentu menjadi salah satu kabar yang menyenangkan untuk sister dan paksu yang sedang berjuang. Informasi menarik lainnya jangan lupa follow Instagram @menujuduagaris.id
Referensi
- Damayanti, F., Hakimi, M., Anwar, M., & Puspandari, D. A. (n.d.). Cost of illness infertilitas di Indonesia.
- https://sehatnegeriku.kemkes.go.id/baca/blog/20240605/2745655/who-1-dari-6-orang-tidak-subur/#:~:text=Selaras%20dengan%20hal%20itu%2C%20selama,lebih%20dari%20600%20ribu%20remaja.