
Infertilitas bukan hanya persoalan fisik, tetapi juga menyentuh aspek psikologis dan sosial. Pengalaman sister dan paksu dalam menghadapi infertilitas sangat dipengaruhi oleh dukungan lingkungan sekitar, MDG ingin menunjukkan bagaimana pria dan wanita memaknai pengalaman mereka dalam konteks dukungan sosial.
Infertilitas dan Dukungan Sosial
Usaha pejuang dua garis sering kali membawa beban emosional yang berat dan dapat berdampak pada kesehatan mental, termasuk meningkatkan risiko depresi. Faktor-faktor pemicunya antara lain tekanan untuk melacak siklus, mengikuti pengobatan dan pemeriksaan, harapan sosial tentang kehamilan, perasaan gagal, serta pengaruh perubahan hormonal akibat terapi kesuburan. Obat-obatan seperti klomifen dan gonadotropin juga dapat menyebabkan efek samping psikologis seperti depresi, kecemasan, dan gangguan tidur. Kombinasi stres emosional dan perubahan hormon ini membuat pengalaman PDG semakin menantang secara mental.
Bahkan sebuah penelitian menemukan bagaimana pengalaman emosional mereka yang menghadapi infertilitas mereka merasakan isolasi dan kesepian, stigma dan sentimen kesalahpahaman, reaksi sosial yang tidak sensitif dan dukungan yang tidak membantu
Yang membuat lebih rentan lagi bahwa pada wanita lebih sering melaporkan pengalaman-pengalaman ini, terutama dalam bentuk tekanan sosial dan rasa tidak dimengerti oleh orang-orang terdekat. Di sisi lain, pria juga mengungkapkan perasaan tertekan dan distigma, namun mereka merasa jauh lebih diabaikan dalam diskursus publik mengenai infertilitas, meskipun turut merasakan dampak yang sama berat.
Mengapa demikian? Kebutuhan Pemahaman pada Ruang Sosial
Pada keadaan tersebut mereka cenderung menunjukkan bahwa perasaan keterasingan yang dirasakan oleh individu dengan infertilitas sebagian besar bersumber dari minimnya pemahaman masyarakat terhadap kondisi ini. Ketika orang-orang di sekitar tidak memiliki pengalaman serupa atau gagal menunjukkan empati, rasa kesepian menjadi semakin dalam.
Karena itu, penting untuk tidak hanya membangun kesadaran di kalangan penyintas infertilitas, tetapi juga mengedukasi masyarakat luas agar lebih peka dan mendukung. Dukungan sosial yang efektif dan empatik dapat menjadi kekuatan besar dalam menjaga kesehatan mental mereka.
Infertilitas bukan sekadar diagnosis medis. Ini adalah pengalaman hidup yang kompleks, menyentuh identitas, hubungan, dan kesejahteraan emosional. Baik sister maupun paksu sama-sama membutuhkan ruang untuk didengar dan dimengerti. Dengan membuka percakapan yang lebih inklusif, kita dapat mulai mengikis stigma dan membangun lingkungan yang lebih suportif bagi semua yang sedang berjuang. Informasi menarik lainnya follow Instagram @menujuduagaris.id
Referensi
- Pinzon, M., & Rotoli, S. (2022). A qualitative exploration of social support in males and females experiencing issues with infertility. Cureus, 14(9).
- https://www.get-carrot.com/blog/infertility-and-depression-a-complex-relationship