Ketika Hasil Tes Normal, Tapi Program Hamil Gagal: Peran Distres Emosional pada Unexplained Infertility

 

Bagi sebagian perempuan, perjalanan menuju kehamilan bisa terasa seperti teka-teki besar. Semua hasil pemeriksaan tampak normal ovulasi lancar, tuba falopi terbuka, analisis sperma baik namun kehamilan tak kunjung terjadi. Kondisi ini dikenal sebagai unexplained infertility atau infertilitas yang tidak dapat dijelaskan.

Meski terdengar netral, diagnosis ini sering kali membawa kebingungan dan kelelahan emosional. Tanpa penyebab yang pasti, pasangan kerap merasa kehilangan arah dalam menentukan langkah berikutnya. Salah satu aspek yang kini mulai mendapat perhatian peneliti adalah faktor emosional.

Kaitan antara Distres Emosional dan Kegagalan Program Hamil

Sebuah studi berjudul “Emotional distress and assisted reproductive technology outcomes among women with unexplained infertility” meneliti hubungan antara distres emosional (kecemasan dan depresi) dengan hasil program kehamilan berbantu (assisted reproductive technology atau ART) pada perempuan dengan unexplained infertility.

Penelitian ini melibatkan 3.024 perempuan yang menjalani ART. Separuh diantaranya mengalami kegagalan program (kelompok kasus), sementara separuh lainnya berhasil hamil (kelompok kontrol). Setiap peserta dicocokkan berdasarkan usia dan indeks massa tubuh (BMI) untuk memastikan hasil yang seimbang.

Bagaimana Emosi Mempengaruhi Sistem Reproduksi

Secara biologis, distres emosional memengaruhi sistem reproduksi melalui poros hipotalamus–pituitari–ovarium (HPO), yaitu jalur hormon yang mengatur ovulasi dan keseimbangan hormonal tubuh. Kecemasan atau depresi kronis dapat:

  • mengubah sekresi hormon gonadotropin dan progesteron,
  • mengganggu pematangan oosit,
  • menurunkan kualitas endometrium, dan
  • menghambat implantasi embrio.

Dengan kata lain, ketika tubuh berada dalam kondisi stres berkepanjangan, fungsi reproduksi dapat terganggu, bahkan tanpa adanya kelainan organik.

Faktor Psikologis dalam Unexplained Infertility

Dalam kasus infertilitas dengan penyebab jelas, seperti gangguan ovulasi atau faktor sperma, pengaruh psikologis biasanya tidak sebesar faktor biologis. Namun pada unexplained infertility, di mana tidak ditemukan gangguan fisik yang nyata, faktor psikologis dapat menjadi lebih menonjol.

Penelitian ini juga menegaskan bahwa usia dan obesitas bukan hanya memengaruhi peluang hamil secara umum, tetapi juga dapat memperkuat atau memperlemah pengaruh stres dan depresi terhadap hasil ART. Hal ini menunjukkan bahwa pendekatan terhadap pasien unexplained infertility perlu mempertimbangkan aspek emosional sekaligus karakteristik biologis individu.

Temuan ini menekankan pentingnya memantau dan menangani distres emosional pada perempuan usia reproduktif yang mengalami unexplained infertility. Dukungan psikologis yang terintegrasi dalam program kesuburan dapat membantu meningkatkan hasil ART, terutama pada pasien dengan BMI normal dan usia muda.

Pendekatan seperti konseling psikologis, terapi pasangan, latihan mindfulness, serta manajemen stres perlu dilihat bukan sebagai pelengkap, tetapi sebagai bagian dari strategi penanganan infertilitas.

Unexplained infertility menunjukkan bahwa tidak semua hal dalam reproduksi dapat dijelaskan melalui hasil laboratorium. Pada sebagian perempuan, kegagalan program hamil mungkin tidak semata-mata disebabkan oleh faktor biologis, tetapi juga oleh kondisi emosional yang belum tertangani dengan baik.

Menjaga keseimbangan antara tubuh, pikiran, dan harapan menjadi bagian penting dari perjalanan menuju kehamilan, terutama ketika sains belum memberikan semua jawabannya. Jangan lupa informasi menarik lainnya follow Instagram @menujuduagaris.id.

Referensi

  • Sun, J., Sun, B., Sun, X., Duan, Y., Hu, J., Hu, K., … & Chen, Z. J. (2025). Emotional distress and assisted reproductive technology outcomes among women with unexplained infertility: a nested case–control study: J. Sun et al. Archives of Women’s Mental Health, 1-10.