
Pertanyaan:
Halo dokter, saya mau tanya. Kalau suami saya spermanya 99% abnormal, apakah sebaiknya kami memperbaiki sperma dulu sebelum menjalani IVF, atau langsung IVF saja?
Jawaban dr. Uning Marlina, MHSM, Sp.OG:
Sebelum saya jawab, saya mau tanya balik dulu ya, sister
Tujuan programnya ini untuk punya anak, atau ingin memperbaiki kualitas sperma?
Karena, meskipun 99% sperma suami tidak normal dan hanya 1% yang normal, tetap ada kemungkinan untuk hamil, lho! Bahkan pasien yang azoospermia (tidak ditemukan sperma dalam pemeriksaan biasa) pun masih bisa punya anak.
Jadi kalau ada gangguan sperma, fokus utamanya adalah ingin program hamil, bukan sekadar menormalkan sperma.
Langkahnya nanti akan disesuaikan dengan kondisi sperma—mau lewat inseminasi (inseminasi intrauterin) atau IVF (bayi tabung). Tetap perlu kerja sama juga dengan dokter andrologi untuk mengoptimalkan sperma yang ada. Tapi tujuannya jelas: untuk mendukung program hamil, bukan sekadar mengejar hasil sperma yang “sempurna”.
Banyak pasangan yang terlalu fokus memperbaiki sperma hingga habis banyak biaya, tapi belum masuk ke program hamil sama sekali. Padahal, inseminasi atau IVF adalah langkah yang lebih tepat untuk menangani masalah sperma.
Jadi, saran saya: segera ke klinik IVF. Di sana, tim dokter akan membantu mengelola kondisi suami dan mempersiapkan IVF dengan optimalisasi sperma yang ada.
Semoga segera dipertemukan dengan dua garis birunya ya, sister dan paksu!
Kalau Embrio Gagal Menempel Setelah FET, Apa Penyebabnya?
Pertanyaan:
Bagaimana cara embrio bisa menempel setelah FET (frozen embryo transfer) pada pasien dengan unexplained infertility? Apakah banyak kasus seperti ini?
Jawaban dr. Uning Marlina, MHSM, Sp.OG:
Pertanyaan ini bagus sekali dan sering mewakili kegelisahan para pejuang dua garis yang sudah menjalani IVF, tapi belum berhasil juga.
Ibarat menanam biji mangga kadang tumbuh, kadang tidak. Kenapa bisa gagal menempel? Bisa dari bibit (embrio) atau dari tanahnya (rahim).
Kalau dari embrionya, kualitas menjadi faktor penting. Untuk pasien yang sudah berulang kali gagal IVF, dokter biasanya akan menyarankan pemeriksaan PGTA untuk mengecek apakah embrionya benar-benar layak tanam atau tidak.
Kalau dari sisi rahim, banyak faktor juga:
- Kondisi hormon
- Aliran darah
- Adanya penyakit atau gangguan imunologi
- Status gizi
- Dan faktor “kegemburan” rahim lainnya yang kadang tidak kasatmata
Biasanya, sebelum siklus IVF berikutnya, dokter akan lakukan evaluasi dulu:
“Kenapa ya kira-kira kemarin belum berhasil?”
Lalu, akan dicoba pendekatan atau metode lain pada siklus berikutnya.
Memang, unexplained infertility adalah salah satu tantangan terbesar, karena kita tidak tahu pasti penyebab kegagalannya. Tapi jangan putus harapan. Meski sudah usaha maksimal dan mencoba berbagai cara, ingat ada bagian yang tetap menjadi rahasia Tuhan.
Materi ini disadur dari sesi tanya jawab bersama dr. Uning Marlina, MHSM, Sp.OG. Untuk penilaian kondisi secara spesifik, silakan konsultasikan langsung ke klinik fertilitas terpercaya. Untuk informasi menarik lainnya jangan lupa follow Instagram @menujuduagaris.id