Menjaga Mental & Keharmonisan Pasangan Saat Promil

 

Promil (program hamil) seringkali dipahami sebatas urusan medis. Padahal, kesehatan mental dan keharmonisan hubungan dengan pasangan juga memegang peran besar dalam keberhasilan perjalanan menuju dua garis.

Dalam sesi pertama Prodia Fertility Bootcamp 2025, psikolog Dra. Astrid Regina Sapiie, M.Psi.T. berbagi banyak hal tentang bagaimana menjaga ketenangan pikiran dan keharmonisan rumah tangga selama proses promil.

Tantangan dalam Perjalanan Promil

Promil tidak selalu berjalan mulus. Tekanan sering datang dari berbagai arah:

  • Harapan orang tua atau mertua, Tekanan bisa datang dari keluarga besar yang menginginkan segera hadirnya cucu. Contoh: Orang tua sering bertanya, “Kapan nih punya anak?” atau mertua memberi saran berulang kali soal program hamil, yang bisa membuat pasangan merasa tertekan.
  • Persepsi masyarakat sekitar Lingkungan sosial kadang ikut menambah beban dengan komentar atau stigma. Contoh: Tetangga bilang, “Sudah lama menikah kok belum punya anak?” atau teman sebaya sudah banyak yang membawa anak saat kumpul keluarga.
  • Perbedaan emosi dengan pasangan, Pasangan bisa punya cara berbeda dalam merespons kegagalan promil. Ada yang lebih rasional, ada juga yang lebih emosional. Contoh: Istri merasa sedih dan menangis ketika tes kehamilan negatif, sementara suami terlihat lebih santai. Perbedaan ini bisa memicu salah paham jika tidak saling memahami.
  • Stres akibat hasil promil yang belum sesuai harapan, Setiap usaha promil membawa ekspektasi besar. Ketika hasilnya tidak sesuai, wajar muncul rasa kecewa, marah, atau putus asa. Contoh: Setelah berbulan-bulan rutin cek USG, minum obat, dan menjaga pola hidup, hasilnya tetap belum hamil. Hal ini bisa membuat pasangan merasa gagal dan stres berlebihan.

Kondisi ini bisa membuat pasangan merasa terbebani. Karena itu, penting untuk menemukan cara agar kesehatan mental tetap terjaga.

Tips Menjaga Kesehatan Mental

Menurut Bu Astrid, ada beberapa langkah yang bisa dilakukan:

  • Fokus pada hal-hal yang bisa dikendalikan. Tidak semua situasi ada di tangan kita, jadi lebih baik mengerahkan energi pada hal yang memang bisa diperbaiki.
  • Ciptakan cerita baik bersama pasangan. Ingat momen positif dan buat pengalaman baru yang menyenangkan.
  • Terhubung dengan komunitas. Dukungan sosial membuat pasangan tidak merasa sendirian.

  • Jaga fisik dengan baik. Nutrisi seimbang, tidur cukup, olahraga, dan manajemen stres menjadi fondasi penting.
  • Latih komunikasi sehat. Keterbukaan dan kecerdasan emosional membantu mencegah konflik yang merusak hubungan.

Harmoni Bukan Berarti Tanpa Konflik

Sering ada anggapan bahwa pasangan yang harmonis tidak pernah bertengkar. Padahal, menurut Bu Astrid, konflik bisa saja terjadi dan justru sehat jika dihadapi dengan cara yang tepat. Kuncinya adalah kesadaran bersama bahwa hubungan adalah perjalanan yang perlu dijaga berdua, bukan sendiri-sendiri.

Salah satu pertanyaan menarik yang muncul dalam sesi ini adalah: “Bagaimana cara mengembalikan keintiman, karena hubungan setelah 6 bulan terasa bukan lagi bentuk cinta, tetapi menjadi tekanan untuk berhasil promil?”

Bu Astrid menjawab dengan menekankan pentingnya mindfulness – hadir penuh pada momen saat ini, menikmati dan fokus pada “hari ini, di sini.”

Selain itu, keintiman bisa dibangun kembali lewat nostalgia, dengan menghadirkan kembali emosi positif dari memori indah bersama. Dan yang paling penting, Bu Astrid mengingatkan: “Ingat, keintiman itu dibangun, bukan muncul tiba-tiba.”

Perjalanan promil memang penuh tantangan, tapi bukan berarti pasangan harus terjebak dalam tekanan. Dengan menjaga kesehatan mental, komunikasi yang baik, serta membangun kembali keintiman, perjalanan menuju dua garis bisa dijalani dengan lebih ringan dan penuh harapan. Jangan lupa sister dan paksu untuk ikut sesi selanjutnya ya! follow juga Instagram @menujuduagaris.id