Rokok dan Infertilitas Pria: Ketika Asap Menghalangi Peluang Hidup Baru

 

Bagi sebagian besar orang, merokok dianggap sebagai kebiasaan yang sulit dilepaskan ritual pagi dengan secangkir kopi, teman setia di tengah stres, atau sekadar pelengkap obrolan. Namun, di balik kepulan asap yang menenangkan itu, ada cerita lain yang jarang dibicarakan: pengaruhnya terhadap kesuburan pria.

Sebuah studi besar dari University of Science and Technology of China (USTC) meneliti bagaimana kebiasaan merokok memengaruhi kualitas sperma pada hampir dua ribu pria yang mengalami infertilitas. Penelitian ini tak hanya melihat jumlah sperma, tapi juga bagaimana sperma bergerak, bentuknya, dan seberapa “kuat” mereka dalam upaya membuahi sel telur.

Hasil yang Menggugah

Dari 1.938 pria yang diteliti, sebagian besar dibagi menjadi dua kelompok: tidak merokok (1.067 orang) dan perokok aktif (871 orang). Para perokok dibagi lagi menjadi kategori perokok ringan (1–10 batang per hari) dan perokok berat (lebih dari 10 batang per hari).

Hasilnya cukup jelas. Pada pria dengan infertilitas primer (belum pernah memiliki anak), perokok berat memiliki konsentrasi sperma yang lebih rendah dibandingkan mereka yang tidak merokok hanya sekitar 59 juta/ml dibandingkan 68 juta/ml pada non-perokok.

Sementara itu, pada pria dengan infertilitas sekunder (dulu pernah memiliki anak, tapi kini sulit lagi), perokok berat menunjukkan penurunan motilitas sperma — kemampuan sperma untuk bergerak maju dan membuahi sel telur. Angkanya turun menjadi 44,7%, dibandingkan 48,1% pada pria yang tidak merokok.

Perbedaan ini mungkin tampak kecil di atas kertas, tapi dalam dunia reproduksi, penurunan sekecil apa pun bisa menjadi pembeda antara keberhasilan dan kegagalan dalam program hamil.

Kenapa Rokok Bisa Begitu Merusak?

Rokok mengandung lebih dari 7.000 zat kimia, dan beberapa di antaranya seperti kadmium dan timbal diketahui merusak DNA sperma. Zat-zat ini meningkatkan stres oksidatif, yang bisa “mengoksidasi” sel sperma hingga strukturnya rusak.

Akibatnya, sperma menjadi lebih sedikit, bergerak lambat, dan bahkan mengalami kelainan bentuk. Kondisi ini membuat kemungkinan pembuahan alami menurun, dan jika terjadi kehamilan pun, risiko keguguran atau gangguan perkembangan janin meningkat.

Rokok dan Pola Infertilitas Global

Infertilitas pria kini menjadi setengah dari semua kasus infertilitas pasangan di dunia. WHO memperkirakan lebih dari 70 juta orang di dunia menghadapi kesulitan memiliki anak. Menariknya, banyak penelitian menunjukkan adanya tren penurunan kualitas sperma global bahkan pada pria sehat yang tidak menjalani promil.

Selain faktor genetik dan lingkungan, kebiasaan seperti merokok, kurang tidur, stres, serta paparan polusi dan panas berlebih juga turut berperan besar.

Saatnya Mengambil Kendali

Pesan utama dari studi ini jelas: berhenti merokok bukan hanya soal paru-paru dan jantung, tapi juga tentang masa depan tentang kesempatan untuk menjadi ayah.

Bagi pria yang sedang menjalani program hamil, menghentikan kebiasaan merokok dapat menjadi salah satu langkah paling signifikan untuk meningkatkan peluang keberhasilan. Bahkan, beberapa penelitian menunjukkan bahwa kualitas sperma bisa mulai membaik dalam 3 bulan setelah berhenti merokok, seiring regenerasi spermatogenesis yang baru.

Jadi, sebelum menyalakan batang rokok berikutnya, ada baiknya berpikir sejenak: setiap kepulan asap mungkin tak hanya membahayakan tubuhmu, tapi juga menghapus peluang hadirnya kehidupan baru yang kamu impikan.

Referensi

  • Fan, S., Zhang, Z., Wang, H., Luo, L., & Xu, B. (2024). Associations between tobacco inhalation and semen parameters in men with primary and secondary infertility: a cross-sectional study. Frontiers in Endocrinology, 15, 1396793.