
Studi terbaru oleh Šemeklienė dan Gradauskienė (2025) dari Lithuanian University of Health Sciences menyoroti bagaimana autoantibodi zat kekebalan yang seharusnya melindungi tubuh justru bisa mengganggu proses kehamilan, baik pada perempuan maupun laki-laki.
Apa Itu Autoimun dalam Konteks Kesuburan?
Biasanya, sistem imun bertugas mengenali dan melawan benda asing seperti virus atau bakteri. Namun, pada kondisi autoimun, sistem ini “salah sasaran”. Ia mengenali jaringan tubuh sendiri sebagai ancaman, lalu membentuk autoantibodi untuk menyerangnya.
Ketika reaksi ini terjadi di organ reproduksi, dampaknya bisa luas: Menghambat pematangan sel telur, Menurunkan kualitas sperma, Mengganggu implantasi embrio di rahim, Bahkan memicu keguguran berulang.
Peneliti memperkirakan mekanisme ini berperan pada sebagian kasus infertilitas yang tidak bisa dijelaskan (unexplained infertility)—yaitu ketika hasil pemeriksaan anatomi dan hormonal normal, tapi kehamilan tetap tak kunjung terjadi.
Jenis Autoantibodi yang Paling Sering Ditemukan
Beberapa autoantibodi terbukti berkaitan dengan gangguan kesuburan:
- Antinuclear Antibodies (ANA)
ANA menyerang inti sel dan sering ditemukan pada penderita penyakit autoimun seperti lupus. Studi menunjukkan ANA dapat memengaruhi kualitas oosit (sel telur) dan kemampuan embrio untuk menempel di rahim. Bahkan pada pasien IVF, kadar ANA yang tinggi dikaitkan dengan tingkat kegagalan implantasi lebih besar. Beberapa penelitian juga menunjukkan terapi imunosupresif ringan seperti prednison, aspirin, atau hydroxychloroquine bisa memperbaiki peluang kehamilan pada pasien dengan ANA positif. - Antisperm Antibodies (ASA)
Ditemukan pada laki-laki, ASA menyerang sperma sendiri. Akibatnya, sperma jadi mudah saling menempel, bergerak lambat, atau gagal membuahi sel telur. ASA sering muncul setelah infeksi, varikokel, atau operasi seperti vasektomi. Pada kasus seperti ini, teknologi seperti ICSI (Intracytoplasmic Sperm Injection) sering digunakan untuk melewati hambatan akibat ASA. - Antiphospholipid Antibodies (APL)
APL berkaitan dengan Antiphospholipid Syndrome (APS)—penyakit autoimun yang bisa menyebabkan pembekuan darah di pembuluh kecil, termasuk di plasenta.
Kondisi ini sering dikaitkan dengan keguguran berulang, kegagalan implantasi, dan komplikasi kehamilan seperti preeklamsia. - Antithyroid Antibodies (ATA)
Antibodi terhadap kelenjar tiroid (seperti anti-TPO dan anti-Tg) bisa muncul bahkan saat fungsi tiroid masih normal. Namun, keberadaannya dikaitkan dengan penurunan peluang hamil dan peningkatan risiko keguguran, kemungkinan karena memengaruhi keseimbangan hormon dan sistem imun lokal di endometrium. - Antiovarian dan Antiendometrial Antibodies (AOA & AEA)
Dua jenis antibodi ini menyerang jaringan ovarium dan lapisan rahim. Akibatnya, bisa terjadi gangguan pematangan folikel, penurunan cadangan ovarium, atau lingkungan rahim yang tidak ramah untuk implantasi.
Bagaimana Autoantibodi Mengganggu Proses Reproduksi?
Secara mekanistik, autoantibodi bisa mengganggu kesuburan lewat beberapa cara:
- Mengaktifkan sistem komplemen dan peradangan, yang dapat merusak jaringan ovarium atau endometrium.
- Melepaskan sitokin proinflamasi, menciptakan lingkungan rahim yang “tidak bersahabat” bagi embrio.
- Menghambat fungsi hormon, termasuk yang penting untuk ovulasi dan dukungan fase luteal.
- Mengganggu interaksi sel trofoblas dan endometrium, yang penting untuk proses implantasi.
Akibatnya, meskipun secara anatomi dan hormon tampak normal, proses biologis halus yang diperlukan untuk pembuahan bisa gagal di tingkat mikroskopik.
Namun, mereka juga menegaskan bahwa tidak semua pasien infertil perlu diperiksa autoantibodi. Pemeriksaan ini paling bermanfaat untuk mereka yang mengalami:
- Infertilitas tanpa sebab yang jelas (unexplained infertility).
- Kegagalan implantasi berulang.
- Keguguran berulang.
- Riwayat penyakit autoimun.
Apa Artinya untuk Praktik Klinik?
Pemahaman tentang infertilitas autoimun masih terus berkembang. Namun, beberapa pesan penting bisa diambil: Tes autoimun tidak perlu dilakukan secara rutin untuk semua pasien infertilitas. Tes seperti ANA, APL, atau ASA sebaiknya hanya dilakukan bila ada indikasi klinis kuat. Pendekatan individual sangat penting. Tidak semua antibodi positif berarti penyakit aktif. Interpretasi hasil harus mempertimbangkan konteks klinis dan riwayat pasien. Terapi harus terarah. Bila terbukti autoimunitas berperan, pengobatan dapat melibatkan imunomodulator, pengaturan hormon, hingga modifikasi gaya hidup seperti pengendalian stres dan pola makan antiinflamasi.
Autoimunitas kini diakui sebagai salah satu faktor tersembunyi yang dapat mengganggu kesuburan. Meski belum semua mekanisme terjelaskan sepenuhnya, bukti ilmiah menunjukkan bahwa autoantibodi tertentu—terutama ANA, ASA, APL, dan ATA—dapat memengaruhi kualitas gamet, implantasi, dan keberhasilan kehamilan. Bagi sister dan paksu yang mengalami infertilitas tanpa sebab jelas, pemahaman ini bisa menjadi langkah baru menuju diagnosis yang lebih akurat dan harapan baru untuk keberhasilan program hamil di masa depan. Informasi menarik lainnya jangan lupa follow Instagram @menujuduagaris.id ya!
Referensi
- Šemeklienė, B., & Gradauskienė, B. (2025). Infertility and Auto-Antibodies: A Review. Antibodies, 14(3), 76.