Stres Oksidatif dan Kualitas Sperma: Ancaman Tersembunyi pada Pria yang Tampak Sehat

 

Sister dan paksu pasti sudah tahu bahwa masalah infertilitas tidak selalu tampak jelas dari luar. Bahkan pada paksu dengan kondisi fisik sehat dan tanpa penyebab infertilitas yang pasti, kualitas sperma bisa saja terganggu. Nah yuk ketahui salah satu faktor tersembunyi yang kini menjadi sorotan adalah stres oksidatif (oxidative stress/OS).

Hubungan Kualitas Sperma dan Stress Oksidatif

Ada sebuah studi yang melibatkan 41 pria yang memiliki pasangan infertil dan mengevaluasi parameter air mani seperti jumlah sperma, motilitas, fragmentasi DNA, serta penanda stres oksidatif seperti ORP (oxidation–reduction potential) dan d-ROM (derivatives of Reactive Oxygen Metabolites).

Dan menemukan fakta menarik yaitu meski para partisipan sebagian besar berusia di bawah 40 tahun, tidak mengalami obesitas, dan memiliki kondisi klinis yang dianggap normal mereka dengan 

  1. Kadar d-ROM dalam darah dan ORP dalam air mani terbukti berkaitan dengan penurunan jumlah sperma.
  2. Motilitas sperma juga dipengaruhi oleh kadar seng serum dan ORP air mani.
  3. Fragmentasi DNA sperma berkaitan erat dengan kadar kolesterol HDL dan seng.

Penanda stres oksidatif di sperma (ORP) dan di darah (d-ROM) ternyata nggak selalu sejalan. Ini menunjukkan bahwa kerusakan sperma bisa disebabkan oleh stres oksidatif lokal maupun sistemik, jadi kita nggak bisa menilai cuma dari salah satunya aja.

Stres oksidatif sendiri merupakan kondisi ketika jumlah radikal bebas dalam tubuh melebihi kapasitas antioksidan untuk menetralkannya. Radikal bebas ini dapat merusak sel, termasuk sel sperma, dengan menyebabkan kerusakan DNA, menurunnya motilitas, hingga kematian sel sperma itu sendiri. Stres oksidatif, terjadi secara sistemik (dalam tubuh) maupun lokal (langsung di sperma).

Bagaimana Perannya dalam Infertilitas Pria?

Pada pria dengan gaya hidup tidak sehat (merokok, konsumsi alkohol, kurang tidur), stres oksidatif kerap ditemukan tinggi. Namun, bahkan pada pria yang terlihat sehat pun bisa mengalami stres oksidatif lokal di organ reproduksi yang berdampak negatif pada kualitas sperma.

Banyak sister dan paksu yang tidak kunjung hamil, meskipun tidak ditemukan “masalah” medis yang jelas. Sehingga fakta tersebut mendorong pentingnya evaluasi mendalam terhadap stres oksidatif terutama pemeriksaan kesuburan pria. Pendekatan ini juga membuka peluang pengobatan preventif berbasis antioksidan, manajemen stres, hingga perbaikan pola makan.

Infertilitas pria bisa terjadi tanpa gejala atau penyebab yang terlihat. Stres oksidatif adalah “musuh dalam selimut” yang dapat memengaruhi kualitas sperma, bahkan pada pria dengan hasil pemeriksaan dasar yang normal. Pemeriksaan stres oksidatif akghirnya dibutuhkan lebih menyeluruh agar tidak ada yang terlewatkan, dan juga dukungan gaya hidup sehat menjadi langkah penting yang seharusnya mulai diperhitungkan dalam manajemen kesuburan pasangan. 

Referensi

  • Chen, L., Mori, Y., Nishii, S., Sakamoto, M., Ohara, M., Yamagishi, S. I., & Sekizawa, A. (2024). Impact of Oxidative Stress on Sperm Quality in Oligozoospermia and Normozoospermia Males Without Obvious Causes of Infertility. Journal of Clinical Medicine, 13(23), 7158.