
Tahukah kamu, sister? Obesitas dan depresi ternyata bukan cuma berdampak pada kesehatan fisik dan mental saja. Keduanya juga punya peran penting dalam gangguan kesuburan, khususnya pada infertilitas dengan jenis sekunder. MDG akan membahas lebih detail baca sampai habis ya!
WWI, Infertilitas Sekunder dan Depresi
Infertilitas sekunder sendiri merupakan kondisi saat seorang wanita pernah hamil sebelumnya, tapi kini tidak bisa hamil lagi setelah 12 bulan berhubungan seksual tanpa kontrasepsi. Sedangkan obesitas memang sudah lama diidentifikasi sebagai musuh kesuburan. Tapi bukan cuma soal berat badan atau BMI ya, sister. Yang lebih berbahaya adalah obesitas sentral lemak yang menumpuk di perut.
Nah, untuk mengukurnya, kini ada indikator yang lebih akurat dibanding BMI: Weight-Adjusted Waist Index (WWI). WWI dihitung dari lingkar pinggang dibagi dengan kuadrat berat badan, dan ternyata lebih sensitif dalam mendeteksi lemak perut yang berkaitan langsung dengan gangguan hormon dan ovulasi. Lalu apa hubungannya jika sudah ada lemak dalam perut ditambah dengan depresi?
Kita juga nggak bisa mengabaikan depresi, sister. Studi terbaru menunjukkan bahwa WWI yang tinggi berkorelasi dengan depresi, dan depresi itu sendiri bisa jadi penyebab maupun akibat dari infertilitas.
Bagaimana dampaknya pada Kesuburan?
Sebuah studi menunjukkan bahwa wanita dengan indeks pinggang berbasis berat badan (WWI) yang lebih tinggi cenderung memiliki risiko lebih besar mengalami infertilitas sekunder. Nggak cuma itu, gejala depresi juga ditemukan berkaitan dengan meningkatnya kemungkinan infertilitas. Menariknya lagi, depresi ternyata ikut berperan sebagai jembatan yang memperkuat hubungan antara obesitas sentral (yang diukur dengan WWI) dan infertilitas sekunder. Artinya, faktor fisik dan psikologis saling terhubung dan nggak bisa dipisahkan begitu saja dalam isu kesuburan perempuan.
Artinya, meski angka mediasinya kecil, depresi memainkan peran psikologis yang signifikan dalam memperburuk kondisi infertilitas sekunder pada wanita dengan obesitas sentral.
Apa Artinya Ini Buat Pejuang Dua Garis
Dari fakta tersebut menunjukkan bahwa pendekatan terhadap infertilitas sekunder nggak bisa hanya fokus pada fisik seperti berat badan atau hormon saja. Faktor psikologis, terutama depresi, perlu ditangani secara serius. Dengan begitu, intervensi medis dan gaya hidup yang menyasar obesitas bisa berjalan lebih efektif.
WWI menunjukkan kemampuan prediksi yang lebih baik dibanding indikator obesitas lainnya, bahkan dalam kelompok dengan BMI normal. Jadi, wanita dengan berat badan “normal” tapi punya WWI tinggi juga tetap berisiko mengalami infertilitas sekunder.
Infertilitas sekunder ternyata punya hubungan yang kompleks antara tubuh dan pikiran. WWI bisa menjadi alarm awal tentang risiko infertilitas, tapi menjaga kesehatan mental terutama mengelola depresi juga sama pentingnya, sister.
Kalau sister sedang menghadapi masalah ini, atau merasa stuck di tengah prosesnya, yuk jangan ragu untuk mulai evaluasi pola hidup, lingkar pinggang, dan kondisi emosional kamu juga. Karena ternyata, semuanya saling berkaitan. Tentu saja ini bisa banget dengan bantuan profesional seperti dokter ya sister! untuk informasi menarik lainnya sister dan paksu jangan lupa folllow Instagram @menujuduagaris.id
Referensi
- Sun, F., Liu, M., Hu, S., Xie, R., Chen, H., Sun, Z., & Bi, H. (2024). Associations of weight-adjusted-waist index and depression with secondary infertility. Frontiers in endocrinology, 15, 1330206.
- https://www.alodokter.com/obesitas#:~:text=Pengertian%20Obesitas,jantung%2C%20hipertensi%2C%20hingga%20diabetes.