• Skip to main content
Menuju Dua Garis
  • Home
  • About Us
  • Our Story
  • Articles
  • Services
  • Kata Mereka
  • Join Us
×
  • Home
  • About Us
  • Our Story
  • Articles
  • Services
  • Kata Mereka
  • Join Us

Artikel Informasi Untuk Pejuang Dua Garis

Zat Besi dan Anemia: Musuh Tersembunyi Kesuburan Wanita

November 7, 2025

 

Pernah merasa lemas, mudah lelah, atau sering pusing tanpa sebab yang jelas? Bisa jadi tubuhmu sedang kekurangan zat besi dan itu bukan sekadar soal energi. Kekurangan zat besi atau anemia defisiensi besi (ADB) ternyata punya dampak besar terhadap kesehatan reproduksi wanita, bahkan bisa memengaruhi peluang untuk hamil.

Kekurangan Zat Besi: Masalah yang Sering Diabaikan

Menurut penelitian oleh Felice Petraglia dan Marie Madeleine Dolmans (2022), defisiensi zat besi dan anemia defisiensi besi merupakan kondisi yang sangat umum pada wanita usia reproduktif. Masalah ini bisa muncul di berbagai fase kehidupan mulai dari saat menstruasi, kehamilan, hingga pascapersalinan.

Yang mengejutkan, meski sangat umum terjadi, kondisi ini sering tidak terdiagnosis dan tidak tertangani dengan baik. Banyak wanita menganggap kelelahan dan pusing sebagai hal biasa, padahal tubuh mereka sebenarnya sedang kekurangan zat vital yang berperan penting dalam pembentukan sel darah merah.

Ketika Haid Berat Jadi Pemicu

Salah satu penyebab utama anemia pada wanita usia subur adalah menstruasi berat (heavy menstrual bleeding). Kehilangan darah dalam jumlah besar setiap bulan dapat menguras cadangan zat besi dalam tubuh.

Penelitian tersebut juga menyoroti bagaimana gangguan rahim seperti mioma (uterine fibroids) dan adenomiosis sering kali menjadi biang keladi di balik perdarahan berlebih ini. Kedua kondisi tersebut bisa menyebabkan siklus haid yang panjang dan banyak, sehingga memicu kekurangan zat besi kronis.

Mengapa Kekurangan Zat Besi Bisa Menyebabkan Sulit Hamil

Kekurangan zat besi tidak hanya membuat tubuh mudah lelah tapi juga bisa mengganggu kemampuan wanita untuk hamil.

Zat besi berperan penting dalam banyak aspek kesuburan:

  • Membantu pasokan oksigen ke rahim dan ovarium. Saat kadar zat besi rendah, oksigen yang mencapai organ reproduksi ikut menurun, membuat pematangan sel telur dan ovulasi tidak optimal.
  • Menjaga keseimbangan hormon reproduksi. Defisiensi zat besi bisa menyebabkan siklus haid tidak teratur atau bahkan anovulasi (tidak ada ovulasi sama sekali).
  • Melindungi kualitas sel telur. Kekurangan zat besi meningkatkan stres oksidatif yang dapat merusak sel, termasuk sel telur.
  • Mempengaruhi proses implantasi. Rahim yang kekurangan oksigen tidak mampu menciptakan lingkungan ideal untuk penempelan embrio.

Akibatnya, wanita dengan anemia defisiensi besi berisiko lebih sulit hamil secara alami, dan jika berhasil hamil, mereka juga menghadapi risiko keguguran, kelahiran prematur, atau berat badan lahir rendah pada bayi.

Dampaknya Tidak Hanya Fisik

Selain memengaruhi kesuburan, anemia juga bisa berdampak pada emosi dan kualitas hidup. Wanita dengan kadar zat besi rendah sering mengalami kelelahan ekstrem, sulit konsentrasi, perubahan suasana hati, dan gangguan tidur. Dalam jangka panjang, hal ini bisa memperburuk stres faktor lain yang turut menghambat peluang kehamilan.

Apa yang Bisa Dilakukan?

Penanganan anemia defisiensi besi tidak cukup hanya dengan “makan lebih banyak sayur hijau.” Dalam banyak kasus, terapi penggantian zat besi diperlukan baik melalui suplemen oral maupun infus, tergantung tingkat keparahannya.

Selain itu, pengelolaan perdarahan menstruasi berat juga penting. Pendekatannya bisa medis maupun bedah, tergantung penyebab seperti mioma atau adenomiosis. Pemeriksaan laboratorium sederhana seperti ferritin serum dan hemoglobin bisa membantu mendeteksi lebih dini kondisi ini. Informasi menarik lainnya jangan lupa follow Instagram @menujuduagaris.id

Referensi 

  • Petraglia, F., & Dolmans, M. M. (2022). Iron deficiency anemia: Impact on women’s reproductive health. Fertility and sterility, 118(4), 605-606.

Sclerotherapy vs Operasi: Siapa yang Lebih Efektif Mengatasi Kista Coklat?

November 4, 2025

 

 

Endometriosis sudah lama menjadi teka-teki dalam dunia kesehatan perempuan. Penyakit ini membuat jaringan mirip lapisan dalam rahim tumbuh di luar tempat semestinya termasuk di ovarium dan sering membentuk kista berwarna coklat gelap yang disebut endometrioma.

Masalahnya, endometrioma tidak hanya menimbulkan nyeri hebat saat haid, tapi juga bisa menggerogoti cadangan sel telur. Akibatnya, banyak perempuan menghadapi risiko penurunan kesuburan atau bahkan menopause dini.

Selama bertahun-tahun, laparoskopi menjadi standar emas untuk mengangkat endometrioma. Tapi seiring waktu, para peneliti mulai mempertanyakan:

Apakah harus selalu operasi, jika ada cara lain yang lebih lembut dan tetap efektif?

Pertanyaan inilah yang coba dijawab oleh tim peneliti Carlo Ronsini dkk. (2023) lewat studi berjudul “The Efficiency of Sclerotherapy for the Management of Endometrioma: A Systematic Review and Meta-Analysis of Clinical and Fertility Outcomes.”

Yuk pahami apa itu Operasi vs Sclerotherapy

Operasi laparoskopi memang mampu mengangkat kista secara langsung, tetapi tindakan itu berisiko “mengorbankan” sebagian jaringan ovarium sehat. Alat bedah dan proses pembekuan darah saat operasi bisa menimbulkan kerusakan mikroskopik pada ovarium, menurunkan cadangan sel telur, dan berdampak pada kesuburan jangka panjang.

Itulah sebabnya, sclerotherapy muncul sebagai alternatif baru. Prosedur ini dilakukan dengan menyuntikkan etanol (alkohol medis) ke dalam kista untuk menghancurkan lapisan dalamnya (pseudokapsul). Tujuannya bukan sekadar mengosongkan isi kista, tetapi membuatnya tidak bisa tumbuh lagi tanpa perlu operasi besar. Selain itu, sclerotherapy dikenal lebih hemat biaya, pemulihan lebih cepat, dan bisa dilakukan dengan anestesi lokal. Dan menariknya Analisis terhadap 29 studi menunjukkan bahwa kedua metode memiliki tingkat keberhasilan klinis yang tinggi dan peluang kehamilan yang cukup baik.

Tapi ingat! Tidak ada “Satu Obat untuk Semua”

Dari hasil analisis ini, para peneliti menyimpulkan bahwa meski operasi sedikit lebih unggul dalam menekan angka kekambuhan dan meningkatkan peluang hamil, sclerotherapy memberikan manfaat besar dalam hal keamanan, waktu pemulihan, dan perlindungan jaringan ovarium.

Sclerotherapy bisa menjadi pilihan ideal untuk:

  • Pasien muda yang ingin mempertahankan kesuburan,
  • Pasien dengan riwayat operasi berulang, atau
  • Mereka yang memiliki risiko tinggi kehilangan jaringan ovarium sehat.

Jadi fakta bahwa pendekatan pengobatan sebaiknya dipersonalisasi  disesuaikan dengan kondisi preoperatif dan potensi reproduksi masing-masing pasien.

Artikel ini menunjukkan bahwa dunia kedokteran kini sedang bergerak menuju konsep pengobatan yang lebih konservatif dan ramah kesuburan.Operasi tidak lagi menjadi satu-satunya pilihan, terutama ketika tujuannya bukan hanya mengangkat penyakit, tetapi juga menjaga peluang kehidupan baru.

Dengan semakin banyaknya bukti klinis, ethanol sclerotherapy berpotensi menjadi bagian dari paradigma baru dalam manajemen endometrioma, bukan sebagai pengganti operasi sepenuhnya, tapi sebagai strategi cerdas untuk pasien yang ingin sembuh tanpa kehilangan harapan menjadi ibu.

Referensi

  • García-Tejedor, A., Castellarnau, M., Ponce, J., Fernández, M., & Burdio, F. (2015). Ethanol sclerotherapy of ovarian endometrioma: a safe and effective minimal invasive procedure. Preliminary results. European Journal of Obstetrics & Gynecology and Reproductive Biology, 187, 25-29.

Alkohol Sclerotherapy: Harapan Baru untuk Penderita Kista Coklat

November 2, 2025

Selama ini, banyak perempuan dengan kista coklat (endometrioma) dihadapkan pada pilihan sulit: operasi untuk mengangkat kista, tapi dengan risiko kehilangan sebagian cadangan sel telur. Dilema ini nyata, terutama bagi mereka yang masih ingin memiliki anak.

Namun, sekelompok peneliti dari Spanyol yang dipimpin oleh Amparo García-Tejedor membawa angin segar lewat sebuah studi berjudul “Ethanol Sclerotherapy of Ovarian Endometrioma: A Safe and Effective Minimal Invasive Procedure” (2015).
Mereka memperkenalkan prosedur sederhana tapi cerdas ethanol sclerotherapy yang bisa mengeringkan kista tanpa harus “mengorbankan” ovarium.

Bagaimana Prosedur Ini Dilakukan?

Bayangkan sebuah kista di ovarium seperti kantung kecil berisi cairan coklat kental sisa dari jaringan endometriosis yang menumpuk.
Alih-alih memotong atau mengangkatnya lewat pembedahan, dokter melakukan pendekatan minimal invasif.

Dengan bantuan USG, cairan di dalam kista disedot perlahan menggunakan jarum halus. Setelah kosong, dokter menyuntikkan etanol (alkohol medis dengan konsentrasi tinggi) ke dalamnya. Tujuannya? Untuk “menyengat” dinding dalam kista agar kolaps dan tidak mampu menampung cairan lagi.
Prosesnya hanya berlangsung beberapa menit, dan pasien bisa pulang pada hari yang sama.

Metode ini bukan hanya menghemat waktu dan biaya, tapi juga menyelamatkan jaringan ovarium sehat, yang selama operasi konvensional sering ikut terangkat.

Sebuah temuan melalui Penelitian memiliki hasil, Tingkat kekambuhan hanya 12%. Tidak ada komplikasi besar yang membahayakan. dan hanya sedikit efek samping ringan: nyeri perut bawah selama tindakan (10,7%) dan kebocoran etanol ringan ke rongga perut (7,1%), yang tidak menimbulkan dampak jangka panjang. Rata-rata masa tindak lanjut berlangsung selama 17 bulan, dan sebagian besar pasien melaporkan perbaikan gejala nyeri serta meningkatnya kualitas hidup.

Apa Artinya untuk Kesuburan?

Inilah poin terpenting: ethanol sclerotherapy tidak merusak cadangan ovarium.
Bagi perempuan yang tengah berjuang mendapatkan dua garis, ini berarti kesempatan untuk mempertahankan sel telur tetap sehat dan matang.
Prosedur ini bisa menjadi alternatif aman sebelum memutuskan operasi besar, atau bahkan solusi bagi kista yang muncul kembali setelah laparoskopi.

Pergeseran Paradigma dalam Penanganan Endometriosis

Dulu, operasi dianggap satu-satunya cara efektif untuk mengangkat endometrioma.
Namun kini, berkat riset seperti yang dilakukan García-Tejedor dan rekan-rekannya, serta penelitian lanjutan oleh Chang et al. (2013) dan De Cicco Nardone et al. (2020), pandangan itu mulai berubah.

Pendekatan konservatif seperti ethanol sclerotherapy dipandang sebagai bagian dari pergeseran besar menuju pengobatan yang lebih lembut, lebih personal, dan lebih ramah terhadap kesuburan.

Prosedur sederhana dengan panduan USG ini bukan sekadar teknik medis baru tetapi simbol harapan bagi banyak perempuan yang ingin tetap menjadi “ibu masa depan” tanpa kehilangan bagian penting dari dirinya sendiri.

Dengan efektivitas tinggi, risiko rendah, dan kemampuan mempertahankan fungsi ovarium, ethanol sclerotherapy layak dipertimbangkan sebagai terapi alternatif yang revolusioner bagi penderita kista endometriosis ukuran menengah.

Karena pada akhirnya, menjaga kesuburan bukan hanya soal mengobati penyakit, tapi juga tentang memberi kesempatan baru bagi kehidupan untuk tumbuh. Informasi menarik lainnya jangan lupa follow Instagram @menujuduagaris.id.

Referensi

  • García-Tejedor, A., Castellarnau, M., Ponce, J., Fernández, M., & Burdio, F. (2015). Ethanol sclerotherapy of ovarian endometrioma: a safe and effective minimal invasive procedure. Preliminary results. European Journal of Obstetrics & Gynecology and Reproductive Biology, 187, 25-29.

Rokok dan Reproduksi: Masalah yang Sering Diabaikan

November 2, 2025

Kita sering dengar kalau rokok bisa bikin paru-paru rusak, jantung bermasalah, bahkan memicu kanker. Tapi jarang yang tahu bahwa rokok juga bisa menggerogoti salah satu hal paling pribadi: kesuburan. Baik laki-laki maupun perempuan, sama-sama bisa terdampak.

Zat kimia dalam rokok bukan hanya menyerang organ pernapasan, tapi juga memengaruhi sistem hormon dan sel-sel reproduksi. Hasilnya, peluang untuk memiliki anak bisa berkurang, bahkan meski tubuh terlihat sehat-sehat saja dari luar.

Ketika Rokok Mengacaukan Sperma

Pada laki-laki, efek rokok cukup jelas dan terukur. Nikotin dan karbon monoksida yang masuk ke tubuh bisa menurunkan jumlah sperma, memperlambat gerakannya, dan merusak bentuknya. Dalam bahasa sederhana, sperma menjadi lemah dan tidak efisien dalam membuahi sel telur.

Beberapa penelitian bahkan menunjukkan bahwa DNA sperma perokok lebih sering mengalami kerusakan. Hal ini bisa membuat pembuahan sulit terjadi, atau jika terjadi pun, risiko keguguran bisa meningkat. Rokok juga dapat mengganggu produksi hormon testosteron yang berperan penting dalam pembentukan sperma.

Dengan kata lain, setiap batang rokok yang dibakar tidak hanya memengaruhi paru-paru, tapi juga mengurangi peluang untuk menjadi seorang ayah.

Perempuan dan Efek Diam-Diam Rokok

Bagi perempuan, rokok bekerja lebih senyap tapi tidak kalah berbahaya. Kandungan racun dalam asap rokok bisa mempercepat penuaan ovarium, menurunkan kualitas dan jumlah sel telur, serta mengacaukan keseimbangan hormon reproduksi.

Akibatnya, peluang hamil bisa menurun drastis. Bahkan, beberapa studi menemukan bahwa perempuan perokok cenderung mengalami menopause lebih cepat 1–4 tahun dibandingkan yang tidak merokok. Rokok juga bisa menghambat aliran darah ke rahim, membuat proses penempelan embrio menjadi lebih sulit.

Yang lebih menyedihkan, efek serupa juga bisa dialami oleh perempuan yang tidak merokok tapi sering menghirup asap rokok dari pasangan atau lingkungan sekitar. Rokok pasif tetap membawa racun yang dapat memengaruhi kesuburan, meski orang tersebut tidak pernah menyalakan rokok sekalipun.

Bukan Sekadar Soal “Nggak Bisa Hamil”

Dampak rokok tidak berhenti sampai urusan kehamilan. Jika seorang perempuan hamil dalam kondisi tubuh terpapar zat beracun dari rokok, risiko gangguan pada janin meningkat. Bayi bisa lahir dengan berat badan rendah, lahir prematur, atau mengalami gangguan perkembangan.

Artinya, bahaya rokok bukan hanya pada orang yang merokok, tapi juga pada generasi yang akan datang. Rokok meninggalkan jejak yang panjang—dari paru-paru, ke rahim, hingga masa depan anak yang belum lahir.

Berhenti Merokok: Bukan Sekadar Tekad, Tapi Investasi

Memang, berhenti merokok bukan hal mudah. Tapi banyak pasangan yang baru berhasil hamil setelah salah satu atau keduanya berhenti merokok. Tubuh punya kemampuan untuk pulih, hanya saja butuh waktu dan komitmen.

Kalau alasan “demi paru-paru” belum cukup kuat, mungkin alasan “demi memiliki anak” bisa menjadi motivasi yang lebih dalam. Karena ketika seseorang berhenti merokok, yang diselamatkan bukan hanya dirinya, tapi juga peluang kehidupan baru yang mungkin sedang menunggu.

Rokok tidak hanya membakar tembakau, tapi juga membakar kesempatan kesempatan untuk hidup sehat, untuk menjadi orang tua, dan untuk membangun masa depan bersama. Jadi, jika benar-benar peduli pada pasangan dan masa depan, berhenti merokok adalah bentuk cinta yang paling nyata.

Referensi

  • Alanazi, F. S. Z., & Alrawaili, Y. S. H. (2023). Impact of Smoking on Reproductive Health: A Systematic Review. Saudi Journal of Medical and Pharmaceutical Sciences, 9(12), 821-827.

 

Racun yang Mengubah Gen: Efek Mutagenik Rokok pada Kesuburan Pria

November 2, 2025

 

Kita sudah tahu kalau rokok bisa merusak paru-paru, jantung, bahkan kulit. Tapi yang jarang dibicarakan adalah bagaimana asap tembakau bisa menembus jauh sampai ke inti kehidupan ke sel sperma, dan bahkan ke gen di dalamnya.

Sebuah tinjauan ilmiah dari Environmental Science and Pollution Research mengungkap bahwa rokok bukan hanya menurunkan jumlah dan kualitas sperma, tapi juga mengubah struktur genetik sperma itu sendiri. Istilah ilmiahnya: mutagenic effect efek yang bisa menyebabkan mutasi gen.

Ketika Racun Menembus Garis Pertahanan Tubuh

Rokok mengandung ribuan zat kimia berbahaya, dan dua di antaranya nikotin dan kotinin (hasil metabolisme nikotin) bisa melewati penghalang darah-testis (blood-testis barrier). Penghalang ini seharusnya melindungi sel-sel sperma muda dari racun di dalam darah, tapi nikotin bisa menembusnya dengan mudah.

Begitu masuk, racun tersebut mengganggu proses pembentukan sperma (spermatogenesis), menyebabkan kerusakan DNA, dan menimbulkan mutasi yang tak selalu bisa diperbaiki tubuh. Dampaknya bisa beragam: sperma bergerak lebih lambat, jumlahnya menurun, bentuknya abnormal, dan yang paling serius terjadi kerusakan pada materi genetiknya.

Dari Motilitas Turun ke Mutasi

Peneliti menemukan bahwa pria perokok tidak hanya memiliki sperma dengan kualitas fisik yang buruk (motilitas rendah, konsentrasi menurun, morfologi abnormal), tapi juga mengalami kerusakan di tingkat genetik dan epigenetik.

Salah satu temuan yang menonjol adalah meningkatnya DNA fragmentation pecahnya rantai DNA di dalam sperma. Fragmen DNA ini bisa menyebabkan instabilitas genom, mutasi, bahkan munculnya aneuploidy (jumlah kromosom yang tidak normal) pada sperma.

Artinya, sperma tidak hanya berisiko gagal membuahi sel telur, tapi jika pembuahan terjadi pun, embrio bisa mengalami kelainan genetik yang meningkatkan risiko keguguran atau gangguan perkembangan janin.

Rokok sebagai “Aneugen”

Dalam kajian ini, para peneliti juga menyebut rokok sebagai aneugen zat yang dapat menyebabkan kesalahan saat pembelahan sel, sehingga jumlah kromosom di dalam sperma tidak seimbang. Kondisi ini bisa menyebabkan sperma membawa kelebihan atau kekurangan kromosom tertentu, yang berpotensi menurunkan kualitas embrio.

Yang lebih mengkhawatirkan, efek mutagenik ini tidak hanya muncul pada perokok berat. Bahkan paparan asap rokok pasif yang terus-menerus juga dapat memicu perubahan serupa, terutama jika terjadi dalam jangka panjang.

Bukan Sekadar Soal Kualitas Sperma

Efek mutagenik dari rokok menandakan bahwa kerusakan akibat merokok tidak berhenti di tubuh si perokok saja. DNA sperma yang telah berubah bisa membawa risiko bagi generasi berikutnya.

Dengan kata lain, setiap batang rokok yang dihisap bukan hanya mempengaruhi peluang untuk memiliki anak, tapi juga bisa memengaruhi kesehatan genetik anak yang kelak lahir.

Temuan ini mempertegas bahwa rokok bukan hanya ancaman bagi kesuburan, tapi juga bagi keberlanjutan genetik manusia. Dalam konteks program kehamilan, berhenti merokok seharusnya bukan sekadar anjuran medis, tapi langkah proteksi genetik  melindungi garis keturunan dari mutasi yang tidak perlu.

Tubuh manusia luar biasa dalam kemampuannya memperbaiki diri, tapi untuk sistem reproduksi, waktu adalah segalanya. Setiap bulan tubuh memproduksi batch sperma baru, dan setiap keputusan hari ini bisa menentukan kualitas generasi berikutnya.

Referensi

  • Omolaoye, T. S., El Shahawy, O., Skosana, B. T., Boillat, T., Loney, T., & Du Plessis, S. S. (2022). The mutagenic effect of tobacco smoke on male fertility. Environmental Science and Pollution Research, 29(41), 62055-62066.

Rokok dan Infertilitas Pria: Ketika Asap Menghalangi Peluang Hidup Baru

November 2, 2025

 

Bagi sebagian besar orang, merokok dianggap sebagai kebiasaan yang sulit dilepaskan ritual pagi dengan secangkir kopi, teman setia di tengah stres, atau sekadar pelengkap obrolan. Namun, di balik kepulan asap yang menenangkan itu, ada cerita lain yang jarang dibicarakan: pengaruhnya terhadap kesuburan pria.

Sebuah studi besar dari University of Science and Technology of China (USTC) meneliti bagaimana kebiasaan merokok memengaruhi kualitas sperma pada hampir dua ribu pria yang mengalami infertilitas. Penelitian ini tak hanya melihat jumlah sperma, tapi juga bagaimana sperma bergerak, bentuknya, dan seberapa “kuat” mereka dalam upaya membuahi sel telur.

Hasil yang Menggugah

Dari 1.938 pria yang diteliti, sebagian besar dibagi menjadi dua kelompok: tidak merokok (1.067 orang) dan perokok aktif (871 orang). Para perokok dibagi lagi menjadi kategori perokok ringan (1–10 batang per hari) dan perokok berat (lebih dari 10 batang per hari).

Hasilnya cukup jelas. Pada pria dengan infertilitas primer (belum pernah memiliki anak), perokok berat memiliki konsentrasi sperma yang lebih rendah dibandingkan mereka yang tidak merokok hanya sekitar 59 juta/ml dibandingkan 68 juta/ml pada non-perokok.

Sementara itu, pada pria dengan infertilitas sekunder (dulu pernah memiliki anak, tapi kini sulit lagi), perokok berat menunjukkan penurunan motilitas sperma — kemampuan sperma untuk bergerak maju dan membuahi sel telur. Angkanya turun menjadi 44,7%, dibandingkan 48,1% pada pria yang tidak merokok.

Perbedaan ini mungkin tampak kecil di atas kertas, tapi dalam dunia reproduksi, penurunan sekecil apa pun bisa menjadi pembeda antara keberhasilan dan kegagalan dalam program hamil.

Kenapa Rokok Bisa Begitu Merusak?

Rokok mengandung lebih dari 7.000 zat kimia, dan beberapa di antaranya seperti kadmium dan timbal diketahui merusak DNA sperma. Zat-zat ini meningkatkan stres oksidatif, yang bisa “mengoksidasi” sel sperma hingga strukturnya rusak.

Akibatnya, sperma menjadi lebih sedikit, bergerak lambat, dan bahkan mengalami kelainan bentuk. Kondisi ini membuat kemungkinan pembuahan alami menurun, dan jika terjadi kehamilan pun, risiko keguguran atau gangguan perkembangan janin meningkat.

Rokok dan Pola Infertilitas Global

Infertilitas pria kini menjadi setengah dari semua kasus infertilitas pasangan di dunia. WHO memperkirakan lebih dari 70 juta orang di dunia menghadapi kesulitan memiliki anak. Menariknya, banyak penelitian menunjukkan adanya tren penurunan kualitas sperma global bahkan pada pria sehat yang tidak menjalani promil.

Selain faktor genetik dan lingkungan, kebiasaan seperti merokok, kurang tidur, stres, serta paparan polusi dan panas berlebih juga turut berperan besar.

Saatnya Mengambil Kendali

Pesan utama dari studi ini jelas: berhenti merokok bukan hanya soal paru-paru dan jantung, tapi juga tentang masa depan tentang kesempatan untuk menjadi ayah.

Bagi pria yang sedang menjalani program hamil, menghentikan kebiasaan merokok dapat menjadi salah satu langkah paling signifikan untuk meningkatkan peluang keberhasilan. Bahkan, beberapa penelitian menunjukkan bahwa kualitas sperma bisa mulai membaik dalam 3 bulan setelah berhenti merokok, seiring regenerasi spermatogenesis yang baru.

Jadi, sebelum menyalakan batang rokok berikutnya, ada baiknya berpikir sejenak: setiap kepulan asap mungkin tak hanya membahayakan tubuhmu, tapi juga menghapus peluang hadirnya kehidupan baru yang kamu impikan.

Referensi

  • Fan, S., Zhang, Z., Wang, H., Luo, L., & Xu, B. (2024). Associations between tobacco inhalation and semen parameters in men with primary and secondary infertility: a cross-sectional study. Frontiers in Endocrinology, 15, 1396793.

Asap Rokok yang Diam-diam Menghapus Harapan Dua Garis

November 2, 2025

Ada satu aroma yang sering muncul di warung kopi, di ruang tunggu, bahkan di dalam rumah: asap rokok. Bagi sebagian orang, itu sudah jadi bagian dari keseharian samar, tipis, seolah tidak berbahaya. Tapi dibalik kepulan asap yang terlihat jinak itu, ada racun yang pelan-pelan mengubah tubuh, bahkan menghancurkan harapan seseorang untuk memiliki anak.

Ketika Asap Menjadi Tak Terlihat, Tapi Nyata Dampaknya

Asap rokok bukan sekadar bau yang mengganggu atau membuat batuk. Di dalamnya, terdapat lebih dari 7.000 zat kimia, termasuk karbon monoksida, nikotin, tar, dan logam berat seperti kadmium. Semua zat ini bekerja diam-diam, masuk ke aliran darah, dan menimbulkan stres oksidatif kondisi di mana tubuh kewalahan menetralkan racun.

Bagi perempuan, stres oksidatif ini bisa menjadi musuh besar bagi sistem reproduksi.
Sel telur menjadi lebih rentan rusak, keseimbangan hormon terganggu, dan cadangan ovarium bisa menurun lebih cepat dari seharusnya. Dalam jangka panjang, efek ini dapat menurunkan peluang kehamilan dan meningkatkan risiko keguguran.

Bukan Hanya Perokok yang Terkena Dampak

Yang sering tidak disadari adalah: tidak perlu menjadi perokok untuk mengalami akibatnya.
Asap dari rokok orang lain yang dikenal sebagai environmental tobacco smoke (ETS) atau asap rokok lingkungan juga membawa risiko serupa. Seseorang yang hanya “kebetulan” berada di dekat perokok bisa menyerap zat beracun yang sama setiap kali menghirup udara di sekitarnya.

Sebuah studi terbaru menemukan bahwa perempuan usia reproduktif yang terpapar asap rokok di lingkungannya memiliki risiko infertilitas 64% lebih tinggi dibandingkan mereka yang tidak terpapar. Artinya, bahkan paparan ringan tapi rutin dapat menimbulkan efek serius pada kemampuan tubuh untuk hamil. Dengan kata lain, kamu bisa tidak merokok, tapi tetap menjadi korban rokok.

Luka yang Tidak Terlihat

Efek paparan asap rokok sering kali tidak langsung terasa. Tidak ada gejala mendadak, tidak ada batuk parah, tidak ada peringatan. Tapi perlahan, tubuh mulai memberi sinyal siklus menstruasi menjadi tidak teratur, hasil promil tidak kunjung positif, atau muncul diagnosis “infertilitas tanpa sebab yang jelas”.

Bagi banyak perempuan, ini menjadi perjalanan yang penuh pertanyaan.
Mereka sudah makan sehat, olahraga teratur, dan menjalani semua anjuran dokter. Tapi satu hal yang sering terlewat adalah lingkungan: udara yang mereka hirup setiap hari mungkin tidak lagi bersih.

Antara Cinta, Kebiasaan, dan Harapan

Banyak perempuan tidak bisa sepenuhnya menjauh dari asap rokok karena sumbernya justru datang dari orang terdekat. Suami, ayah, atau teman kerja yang merokok di ruang yang sama tanpa menyadari dampaknya bagi kesuburan pasangan mereka.

Padahal, rokok tidak hanya memengaruhi tubuh perempuan, tapi juga kualitas sperma pada laki-laki. Hubungan yang diwarnai kebiasaan merokok akhirnya menjadi lingkaran yang saling merugikan, di satu sisi ada rasa sayang, di sisi lain ada tubuh yang perlahan kehilangan kemampuannya untuk menciptakan kehidupan.

Menjauh dari asap rokok bukan sekadar soal gaya hidup sehat, tapi juga bentuk perlindungan terhadap masa depan. Langkah sederhana seperti memilih ruangan bebas rokok, menegur dengan sopan ketika seseorang menyalakan rokok di dekatmu, atau mengajak pasangan untuk berhenti merokok bersama, bisa membawa perubahan besar bagi kesehatan reproduksi.

Setiap napas tanpa asap adalah bentuk kasih sayang terhadap diri sendiri. Tubuhmu bekerja keras setiap hari untuk menyiapkan kehidupan baru ia pantas mendapatkan udara yang bersih, tenang, dan bebas racun.

Infertilitas bukan hanya cerita tentang tubuh yang gagal, tapi juga tentang lingkungan yang lalai dijaga. Dan mungkin, langkah pertama menuju dua garis bukanlah obat atau terapi,
melainkan keberanian untuk berkata:  “Tolong, jangan merokok di dekatku.” Informasi menarik lainnya jangan lupa follow Instagram @menujuduagaris.id

Referensi

Peng, L., Luo, X., Cao, B., & Wang, X. (2024). Unraveling the link: environmental tobacco smoke exposure and its impact on infertility among American women (18–50 years). Frontiers in public health, 12, 1358290.

Unexplained Infertility vs Age-Related Infertility: Dua Diagnosis yang Tampak Sama, Tapi Berbeda

November 1, 2025

Banyak pasangan menghadapi kenyataan bahwa meski semua hasil pemeriksaan tampak normal sel telur baik, sperma sehat, saluran tuba tidak tersumbat kehamilan belum juga terjadi. Dalam situasi seperti ini, dokter biasanya memberikan diagnosis unexplained infertility, atau infertilitas yang belum diketahui penyebabnya.

Namun, penelitian terbaru menunjukkan bahwa sebagian besar kasus unexplained infertility mungkin tidak sepenuhnya “tanpa sebab”. Sebuah studi dari Italia yang diterbitkan di jurnal Human Reproduction menemukan bahwa banyak kasus unexplained infertility justru berkaitan erat dengan usia reproduktif perempuan.

Apa yang Dimaksud dengan Unexplained Infertility?

Secara medis, unexplained infertility diberikan ketika tidak ditemukan penyebab yang jelas setelah dilakukan evaluasi menyeluruh terhadap pasangan. Pemeriksaan ini biasanya meliputi analisis sperma, fungsi ovulasi, patensi tuba falopi, dan anatomi rahim.
Meski demikian, istilah “unexplained” bukan berarti tidak ada masalah, melainkan bahwa penyebabnya belum bisa diidentifikasi dengan metode diagnostik yang ada saat ini.

Peneliti berpendapat bahwa pada perempuan di usia lebih matang, terutama di atas 35 tahun, penurunan kualitas sel telur dan kemampuan embrio untuk berkembang optimal bisa menjadi faktor tersembunyi di balik diagnosis ini. Kondisi tersebut seringkali belum bisa terdeteksi lewat pemeriksaan standar.

Hubungan antara Usia dan Infertilitas yang Tidak Terjelaskan

Sebuah penelitian yang dilakukan oleh tim dari Fondazione IRCCS Ca’ Granda Ospedale Maggiore Policlinico di Milan menelusuri lebih dalam hubungan antara usia dan jenis infertilitas terhadap keberhasilan program fertilisasi in vitro (IVF).

Melalui analisis komparatif, tim peneliti berusaha menjawab satu pertanyaan penting: apakah infertilitas yang tampak “tunexplained infertility” sebenarnya berkaitan dengan faktor usia, dan sejauh mana usia memengaruhi hasil IVF pada kedua kelompok tersebut.

  • Diagnosis unexplained infertility lebih sering ditemukan pada perempuan berusia di atas 35 tahun.
  • Frekuensi diagnosis ini meningkat seiring pertambahan usia, menandakan adanya pengaruh kuat dari faktor usia.
  • Tingkat keberhasilan IVF pada kelompok unexplained infertility lebih rendah dibandingkan dengan kelompok yang memiliki penyebab pasti, terutama pada perempuan usia lebih tua.

 

Pada kelompok perempuan muda (<35 tahun), hasil IVF antara kedua kelompok relatif serupa. Namun, pada kelompok usia lanjut, perbedaan menjadi signifikan. Penurunan keberhasilan IVF ini menunjukkan bahwa unexplained infertility di usia tua kemungkinan besar merefleksikan infertilitas akibat usia di mana penurunan kualitas oosit menjadi penyebab utama, meskipun tidak terdeteksi secara klinis.

Implikasi untuk Perencanaan Kehamilan dan Terapi

Penemuan ini menyoroti pentingnya mempertimbangkan usia reproduktif dalam menegakkan diagnosis infertilitas.
Ketika seorang perempuan berusia di atas 35 tahun didiagnosis dengan unexplained infertility, kemungkinan besar kondisi tersebut berkaitan dengan penurunan potensi reproduktif yang tidak teridentifikasi lewat pemeriksaan dasar.

Dengan pemahaman ini, pendekatan terapi sebaiknya disesuaikan. Evaluasi cadangan ovarium (seperti pemeriksaan AMH dan antral follicle count), strategi individualisasi stimulasi ovarium, serta perencanaan waktu terapi menjadi hal yang sangat penting.
Tujuannya adalah untuk mengoptimalkan peluang keberhasilan IVF dan mencegah keterlambatan intervensi medis.

Penelitian ini menunjukkan bahwa unexplained infertility dan age-related infertility merupakan dua kondisi yang tampak serupa tetapi memiliki dasar biologis yang berbeda.
Pada usia muda, infertilitas yang belum terjelaskan mungkin benar-benar tanpa penyebab yang jelas. Namun, pada usia di atas 35 tahun, diagnosis serupa sering kali mencerminkan dampak alami dari penuaan reproduktif.

Dengan demikian, unexplained infertility tidak boleh diartikan sebagai “tidak ada masalah”, melainkan sebagai sinyal bahwa evaluasi lebih mendalam dan pertimbangan usia reproduktif perlu dilakukan untuk menentukan strategi terbaik dalam mencapai kehamilan. Informasi menarik lainnya jangan lupa follow Instagram @menujuduagaris.id

Referensi:
Matteti, G., Reschini, M., Piani, L., Fornelli, G., Viganò, P., Muzzi, L., & Somigliana, E. (2023). Unexplained infertility and age-related infertility: indistinguishable diagnostic entities but different IVF prognosis. Human Reproduction, 38(10), 1876–1889.
https://doi.org/10.1093/humrep/dead085

  • « Previous
  • 1
  • 2
  • 3
  • 4
  • …
  • 57
  • Next »
ayo-gabung-mdg

Tentang MDG

Menuju Dua Garis merupakan komunitas yang dibentuk oleh Rosiana Alim, atau akrab disapa Mizz Rosie untuk berbagi kisah perjuangan hidupnya dalam menantikan buah hati serta mewadahi para wanita yang sedang berjuang menghadapi infertilitas dan menantikan kehadiran buah hati.

Join Komunitas MDG

Join Komunitas

Follow Social Media Kami

© 2025 Menuju Dua Garis. All Rights Reserved.