Artikel Informasi Untuk Pejuang Dua Garis

Infertilitas bukan hanya soal kondisi medis, tapi juga berdampak besar pada emosi dan kualitas hidup seseorang. Ketika pasangan didiagnosis mengalami masalah kesuburan, respons emosional mereka bisa sangat berbeda, tergantung pada gender maupun penyebab infertilitas itu sendiri.
MDG ingin menjelaskan lebih lanjut ada sebuah temuan yang mencoba menjelaskan tentang bagaimana pria dan wanita menghadapi diagnosis ini serta faktor-faktor yang mempengaruhi cara mereka menghadapinya.
Reaksi Emosional Perempuan Lebih Terbebani?
Sebuah penelitian yang turut melibatkan 133 orang dewasa yang menjalani perawatan di Unit IVF dan Infertilitas di sebuah rumah sakit di Bologna. Dari jumlah tersebut, 107 pasien ikut serta dan dibagi menjadi dua kelompok berdasarkan penyebab infertilitas: anatomis (kelainan pada organ reproduksi) dan non-anatomis (seperti gangguan hormon).
Dalam proses penelitian itu sister dan paksu harus tahu bahwasanya perempuan lebih rentan mengalami tekanan emosional dibanding pria. Mereka merasa kurang percaya diri dalam menghadapi infertilitas dan melaporkan kualitas hidup yang lebih rendah, terutama dalam aspek emosional dan keseimbangan pikiran-tubuh. Sementara itu, pria cenderung lebih percaya diri dan tidak terlalu terpengaruh secara emosional.
Penyebab Infertilitas Berpengaruh pada Cara Pasien Menghadapinya
Ternyata, jenis infertilitas juga berpengaruh pada bagaimana seseorang merespons kondisinya. Pasien dengan penyebab infertilitas non-anatomi lebih merasa tertekan dalam aspek hubungan sosial dan lebih cenderung menghindari permasalahan dibandingkan mereka yang mengalami infertilitas akibat faktor anatomis.
Lalu, apa yang bisa memprediksi kualitas hidup seseorang saat menghadapi infertilitas? Dalam hal ini ternyata bahwa orang yang memiliki tingkat efikasi diri lebih tinggi (alias lebih percaya diri dalam menghadapi masalah) dan tidak terlalu sering menghindari kenyataan cenderung memiliki kualitas hidup yang lebih baik. Ini berarti cara seseorang menghadapi diagnosis sangat berpengaruh terhadap bagaimana mereka menjalani kehidupan sehari-hari meskipun menghadapi tantangan infertilitas.
Wah bagaimana sister dan paksu apakah kalian juga merasakan hal yang sama? bahwa ternyata pria dan wanita memiliki cara yang berbeda dalam menghadapi infertilitas. Wanita lebih cenderung merasakan tekanan emosional yang lebih besar, sedangkan pria umumnya memiliki efikasi diri yang lebih tinggi. Selain itu, pasien dengan infertilitas non-anatomi lebih rentan terhadap dampak psikologis dibanding mereka yang memiliki masalah kesuburan karena faktor anatomis.
Namun, yang paling penting adalah bagaimana kita menghadapi situasi ini. Kepercayaan diri dan strategi managemen yang baik dapat membantu meningkatkan kualitas hidup meskipun berada dalam kondisi sulit. Jadi, untuk sister dan paksu yang sedang berjuang dengan masalah kesuburan, cobalah untuk mencari dukungan emosional dan menjaga mindset positif bisa menjadi langkah penting untuk tetap kuat dalam perjalanan ini. Informasi menarik lainnya bisa follow akun Instagram @menujuduagaris.id ya!
Referensi
- Andrei, F., Salvatori, P., Cipriani, L., Damiano, G., Dirodi, M., Trombini, E., … & Porcu, E. (2021). Self-efficacy, coping strategies and quality of life in women and men requiring assisted reproductive technology treatments for anatomical or non-anatomical infertility. European Journal of Obstetrics & Gynecology and Reproductive Biology, 264, 241-246.

Saat menjalani program bayi tabung, memilih embrio yang berkualitas baik adalah kunci utama untuk meningkatkan peluang kehamilan. Tapi, bagaimana cara memilih embrio yang terbaik? Nah, sister dan paksu, dari banyaknya teknik yang ada, kali ini kenalan yuk sama teknik baru, dimana ada penelitian terbaru yang mengungkap faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan kehamilan dalam satu siklus transfer menggunakan teknik Single Vitrified-Warmed Blastocyst Transfer (VBT). Yuk, kita bahas lebih lanjut!
Apa Itu VBT dan Kenapa Penting?
Single Vitrified-Warmed Blastocyst Transfer (VBT) atau transfer blastokista vitrifikasi-hangat adalah proses di mana embrio yang telah dibekukan (vitrifikasi) dipanaskan kembali sebelum ditanamkan ke dalam rahim. Proses ini memungkinkan dokter untuk memilih embrio yang paling potensial untuk berkembang menjadi kehamilan yang sehat. Meski begitu tentu teknik ini ga akan berhasil jika tidak mempertimbangkan faktor-faktor tertentu.
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Keberhasilan Kehamilan
Mengapa VBT dapat meningkatkan tingkat keberhasilan IVF? Tentu saja, ada beberapa faktor penting yang perlu diperhatikan, di antaranya:
- Tingkat Ekspansi Blastocoel
Semakin besar tingkat ekspansi blastocoel sebelum pembekuan, semakin tinggi peluang kehamilan. - Kualitas Inner Cell Mass (ICM) Setelah Pemanasan
Embrio dengan ICM berkualitas lebih baik setelah pemanasan memiliki peluang kehamilan yang lebih tinggi. - Hari Ke-5 vs Hari Ke-6
Embrio yang berkembang pada hari ke-5 lebih disarankan karena peluang keberhasilannya lebih tinggi dibandingkan hari ke-6.
Dari sini dapat disimpulkan bahwa untuk meningkatkan peluang kehamilan yang sukses, beberapa faktor yang harus diperhatikan saat memilih blastokista yang telah dibekukan adalah:
- Pilih blastokista dengan tingkat ekspansi blastocoel yang lebih tinggi sebelum pembekuan.
- Pastikan kualitas ICM tetap baik setelah proses pemanasan.
- Jika memungkinkan, prioritaskan blastokista yang berkembang pada hari ke-5.
Dengan mempertimbangkan faktor-faktor ini, harapannya program bayi tabung bisa memberikan hasil yang lebih optimal. Semoga bermanfaat, sister! informasi menarik lainnya dapat follow Instagram @menujuduagaris.id
Referensi
- Kim, H. J., Park, J. K., Eum, J. H., Song, H., Lee, W. S., & Lyu, S. W. (2021). Embryo selection based on morphological parameters in a single vitrified-warmed blastocyst transfer cycle. Reproductive Sciences, 28, 1060-1068.
- https://www.volusonclub.net/empowered-womens-health/3-factors-that-may-affect-the-success-of-an-embryo-transfer/

Sister, pernah dengar tentang embrio yang punya lebih dari satu inti sel alias multinukleasi? Nah, MDG dalam artikel kali ini mau ngulik lebih dalam apakah fenomena ini berpengaruh terhadap perkembangan embrio dan peluang keberhasilan kehamilan klinis. Yuk, kita bahas!
Kenapa Multinukleasi Itu Penting?
Sister pasti sudah tahu bahwa dalam dunia bayi tabung alias in vitro fertilization-embryo transfer (IVF-ET), kualitas embrio yang ditransfer itu punya peran besar dalam keberhasilan program. Semakin bagus kualitasnya, semakin tinggi peluang implantasi dan kehamilan klinis. Biasanya, dokter menilai embrio berdasarkan tahap perkembangan, tingkat fragmentasi, dan simetris atau tidaknya sel-selnya. Tapi nih, satu hal yang sering luput dari perhatian adalah kondisi inti selnya apakah normal (satu inti) atau malah ada lebih dari satu inti (multinukleasi)? Yuk pahami lebih lanjut!
Apa Kata Penelitian?
Penelitian ini menemukan bahwa kalau lebih dari 50% embrio yang ditransfer punya blastomer multinukleasi, angka implantasi, kehamilan klinis, maka hal ini akan memperlihatkan prediksi kelahiran hidup jadi lebih rendah dibandingkan embrio dengan inti sel normal. Jadi, jelas ya, multinukleasi ini bukan hal sepele. Karena kehadirannya bisa jadi tanda embrio punya potensi perkembangan yang lebih rendah. Trus kapan bisa mengecek kalau embrio ini multinukleasi?
Nah embrio disebut multinukleus jika lebih dari satu nukleus dapat terlihat dalam setiap sel pada hari ke-2 atau ke-3. Setelah hari ke-3, sangat sulit untuk mengidentifikasi keberadaan multinukleus. Sebagian besar embrio multinukleus telah terbukti memiliki kelainan kromosom.
Namun, terkadang embrio berinti banyak tertanam dan menghasilkan kehamilan yang sehat serta kelahiran bayi yang normal. Embrio ini umumnya hanya ditransfer ke rahim jika hanya embrio tersebut yang tersedia.
Apa Kaitannya dengan Induksi Ovulasi?
Ternyata, multinukleasi ini sering muncul pada siklus yang punya respons lebih agresif terhadap terapi gonadotropin. Beberapa faktor yang ditemukan dalam siklus dengan embrio multinukleasi adalah:
- Kadar estrogen (E2) lebih tinggi saat pemberian hCG.
- Jumlah folikel lebih banyak pada hari pemberian hCG.
- Jumlah oosit yang diambil lebih banyak.
- Tingkat fertilisasi lebih tinggi.
- Jumlah embrio yang ditransfer lebih banyak.
Artinya, respons ovarium yang terlalu agresif bisa meningkatkan risiko munculnya embrio multinukleasi. Ini jadi pertimbangan penting buat paksu dan sister yang lagi menjalani program bayi tabung!
Yang lebih menarik, kalau dalam satu siklus ada embrio multinukleasi (meskipun tidak ditransfer), saudara kembarnya alias sibling embryo ternyata juga cenderung punya potensi perkembangan yang lebih rendah. Ini makin menguatkan bahwa multinukleasi itu memang bukan tanda yang baik dalam perkembangan embrio.
Evaluasi status inti sel dengan mikroskop cahaya sederhana bisa jadi alat prediksi yang berguna untuk menilai kapasitas perkembangan embrio. Jadi, dalam pemilihan embrio untuk transfer, nggak cukup hanya lihat bentuk luar saja, tapi juga harus perhatiin ada atau nggaknya multinukleasi. Selain itu, perlu lebih berhati-hati dalam pemberian terapi gonadotropin agar respons ovarium tetap optimal dan nggak berlebihan.
So, sister dan paksu yang lagi berjuang dalam program bayi tabung, yuk lebih aware sama kualitas embrio! Jangan ragu diskusi sama dokter soal ini ya. Semoga programnya lancar dan segera dapat garis dua. Semangat! Untuk informasi menarik lainnya sister dapat follow Instagram @menujuduagaris.id
Referensi
- Jackson, K. V., Ginsburg, E. S., Hornstein, M. D., Rein, M. S., & Clarke, R. N. (1998). Multinucleation in normally fertilized embryos is associated with an accelerated ovulation induction response and lower implantation and pregnancy rates in in vitro fertilization-embryo transfer cycles. Fertility and sterility, 70(1), 60-66.
- https://www.advancedfertility.com/fertility-gallery/embryo-quality
- https://fertilitysolutions.com.au/multinucleated-embryos/

Sister, kalau sedang menjalani program bayi tabung atau tertarik dengan teknologi reproduksi berbantuan (TRB), pasti pernah dengar tentang media kultur embrio, kan? Nah, media kultur ini ternyata punya pengaruh, lho, terhadap hasil kehamilan dan kesehatan bayi! Yuk, kita bahas lebih dalam!
Media Kultur Langkah Single-step atau Tunggal vs. Sequential atau Berurutan
Dalam TRB, ada dua jenis media kultur yang biasa digunakan, yaitu langkah tunggal dan berurutan. Perbedaannya apa, sih?
- Media Kultur Langkah Tunggal → Embrio dibiakkan dalam satu jenis media yang sama dari awal hingga siap untuk ditransfer.
- Media Kultur Berurutan → Embrio dipindahkan ke media yang berbeda sesuai dengan tahap perkembangannya.
Tapi, apakah pilihan media ini berpengaruh pada hasil kehamilan? Let’s find out!
Apa Pengaruhnya terhadap Kehamilan dan Bayi?
Penelitian menunjukkan bahwa bayi yang dikandung dengan embrio dari media kultur langkah tunggal memiliki kemungkinan lebih besar untuk lahir dengan ukuran lebih besar atau large-for-gestational-age (LGA) dibandingkan dengan media kultur berurutan.
Tapi, sister nggak perlu khawatir berlebihan! Soalnya, tidak ditemukan perbedaan signifikan dalam aspek lain seperti: Kelainan plasenta, Hipertensi akibat kehamilan, Diabetes gestasional, Prematuritas, Berat badan lahir rendah
Kenapa Bisa Terjadi?
Karena ada banyak faktor yang bisa jadi menjadi salah satu faktor diantaranya adalah:
- Komposisi nutrisi dalam media kultur
- Pengaruh lingkungan kultur terhadap perkembangan embrio
- Faktor metabolisme embrio yang berbeda dalam setiap media
Jadi, Mana yang Lebih Baik?
Sebenarnya, setiap metode punya kelebihan dan kekurangan. Media kultur langkah tunggal menjadi lebih praktis karena embrio tetap dalam satu lingkungan yang stabil. Sedangkan media kultur berurutan lebih menyerupai kondisi alami rahim.
Untuk sister yang sedang menjalani program bayi tabung, konsultasikan dulu dengan dokter spesialis agar bisa memilih metode yang paling sesuai dengan kondisi tubuh dan kebutuhan!
Setidaknya dengan memahami teknologi reproduksi berbantuan itu penting banget supaya sister dan paksu bisa mengambil keputusan yang tepat. Jangan ragu untuk berkonsultasi dengan dokter spesialis kesuburan agar mendapatkan hasil terbaik. Informasi menarik lainnya bisa sister dan paksu temukan di @menujuduagaris.id
Referensi
- Sacha, C. R., Gopal, D., Liu, C. L., Cabral, H. R., Stern, J. E., Carusi, D. A., … & Bormann, C. L. (2022). The impact of single-step and sequential embryo culture systems on obstetric and perinatal outcomes in singleton pregnancies: the Massachusetts Outcomes Study of Assisted Reproductive Technology. Fertility and sterility, 117(6), 1246-1254.
- https://txfertility.com/in-vitro-fertilization-ivf/embryo-culture/

Sister, kalau lagi menjalani program bayi tabung atau ingin tahu info lebih banyak mengenai ada nggak sih faktor yang mempengaruhi keberhasilannya, yuk bahas soal Hormon Pelepas Kortisol (CRH)! Kenapa membahas ini, karena hormon CRH yang digadang-gadang menjadi suksesi IVF
CRH dan Hormon dalam Cairan Folikel
CRH adalah hormon yang ditemukan dalam cairan folikel, yaitu cairan yang mengelilingi sel telur di dalam ovarium. Folikel ovarium sendiri adalah kantong kecil berisi cairan yang berfungsi sebagai tempat perkembangan sel telur. Selain itu, folikel juga menghasilkan hormon seperti estrogen dan progesteron, yang berperan dalam mengatur siklus menstruasi.
Saat seorang wanita mencapai pubertas, ia memiliki sekitar 300.000 hingga 400.000 folikel, masing-masing berpotensi melepaskan sel telur yang siap dibuahi. Jumlah dan ukuran folikel menjadi faktor penting dalam penilaian serta pengobatan gangguan kesuburan.
Lalu, bagaimana proses perkembangan folikel ini?
Setiap siklus menstruasi, beberapa folikel mulai berkembang dari ukuran awal sekitar 0,025 mm. Biasanya, seorang wanita akan mengembangkan sekitar lima hingga enam folikel dalam satu siklus. Pertumbuhan ini dipengaruhi oleh berbagai hormon, terutama hormon perangsang folikel (FSH) yang diproduksi oleh kelenjar pituitari. FSH berperan dalam mematangkan folikel serta menghambat pertumbuhan folikel yang lebih kecil, sehingga hanya folikel yang lebih kuat yang dapat berkembang dengan baik.
Seiring pertumbuhannya, folikel mulai melepaskan lebih banyak estrogen. Peningkatan kadar estrogen ini kemudian memberi sinyal kepada kelenjar pituitari untuk mengurangi produksi FSH. Akibatnya, folikel yang lebih kecil berhenti tumbuh, sementara folikel yang lebih besar dan matang terus berkembang, hingga akhirnya siap untuk melepaskan sel telur dalam proses ovulasi.
Studi terbaru menunjukkan bahwa kadar CRH dalam cairan folikel bisa berhubungan dengan peluang keberhasilan siklus perawatan reproduksi berbantuan (ART), seperti fertilisasi in vitro (IVF) dan injeksi sperma intra-sitoplasma (ICSI).
Penelitian Menarik Tentang CRH dan ART oleh Supramaniam, 2017 yang melalukan penelusuran prospektif terhadap 50 wanita yang menjalani IVF/ICSI, para peneliti menemukan bahwa kadar rata-rata CRH dalam cairan folikel adalah 173 ± 9 pg/mL. Nah, yang menarik adalah kadar CRH lebih dari 145 pg/mL ternyata berhubungan dengan keberhasilan ART yang lebih tinggi. Artinya, semakin tinggi kadar CRH dalam cairan folikel, peluang keberhasilannya juga lebih besar!
Apa yang Bisa Kita Pelajari?
Studi ini jadi pengingat kalau hormon dalam cairan folikel bisa berperan dalam menentukan keberhasilan ART. Meskipun masih butuh penelitian lebih lanjut, temuan ini bisa membuka wawasan baru tentang bagaimana kita bisa meningkatkan peluang keberhasilan bayi tabung di masa depan.
Kalau sister lagi menjalani program IVF atau ICSI, memahami faktor-faktor seperti kadar CRH dalam cairan folikel bisa membantu untuk lebih siap menghadapi prosesnya. Tapi jangan khawatir, faktor kesuksesan ART itu banyak banget, jadi tetap konsultasi dengan dokter dan jangan lupa jaga kesehatan fisik serta mental ya! Untuk informasi menarik lainnya sister dan paksu dapat follow Instagram @menujuduagaris.id
Referensi
- Lim, L. N., Supramaniam, P. R., Mittal, M., Linton, E. A., & McVeigh, E. (2017). Follicular Fluid Cortisol Releasing Hormone (CRH) Levels and Assisted Reproductive Treatment (ART) Outcomes. Open Journal of Obstetrics and Gynecology, 7(13), 1271.
- https://bocahindonesia.com/folikel-pada-sistem-reproduksi-wanita/
- https://www.ivi.uk/blog/what-are-ovarian-follicles/

Sister dan paksu pasti sudah tahu bahwa beberapa asupan seperti karbohidrat, protein, vitamin, dan kandungan lainnya sangat penting untuk dicukupi. Salah satu yang tidak dapat dilupakan adalah zat besi. Seseorang yang mengalami kekurangan zat besi dapat terserang anemia, sehingga tubuhnya sering merasa lemas. Meski begitu, kelebihan zat besi di dalam tubuh juga tidak baik untuk kesehatan, lho.
Tapi pernah ngga sister dengar tentang hemoglobinopati? Ini adalah gangguan darah yang bisa mempengaruhi banyak aspek kesehatan, termasuk sistem endokrin dan, tentu saja, kesuburan! Salah satu efek yang sering terjadi adalah kelebihan zat besi dalam tubuh, yang bisa mengganggu fungsi organ vital, termasuk ovarium dan testis. Nah MDG akan membahas lebih lanjut terutama dalam konteks infertilitas atau kesuburan, baca sampai habis ya!
Mengapa terjadi Kelebihan Zat Besi
Pertama yang paling rentang mengalami ini adalah faktor keluarga atau gen, keluarga yang memiliki sejarah kelebihan zat besi akan semakin mudah terserang. Selanjutnya adalah Faktor keturunan atau ras tertentu juga dapat meningkatkan risiko untuk mengalami kelebihan zat besi. Contohnya, orang keturunan Eropa Utara juga lebih rentan terhadap hemokromatosis herediter dibandingkan orang-orang dengan etnis lainnya. Terakhir adalah kelebihan zat besi ini bisa berdampak pada pria yang mungkin untuk mengembangkan tanda dan gejala dari kelebihan zat besi dibandingkan wanita. Pasalnya, wanita rutin kehilangan zat besi melalui menstruasi dan kehamilan, sehingga cenderung menyimpan lebih sedikit mineral dibandingkan pria
Kelebihan Zat besi dan Fungsi Reproduksi
Jadi, gimana caranya kita bisa tahu apakah fungsi reproduksi terpengaruh? Ada beberapa modalitas penilaian yang bisa digunakan untuk mengukur fungsi ovarium dan testis. Ini penting banget buat sister yang sedang merencanakan kehamilan atau paksu yang ingin memastikan kualitas sperma tetap optimal.
Pilihan Manajemen untuk Mengatasi Hipogonadisme Hipogonadotropik Kalau kadar zat besi dalam tubuh sudah berlebihan dan menyebabkan gangguan hormonal, ada beberapa pilihan manajemen yang bisa dilakukan:
- Terapi kelasi sejak usia dini – Ini bertujuan untuk mengurangi kadar zat besi dalam tubuh supaya nggak sampai merusak fungsi organ penting.
- Gonadotropin menopause manusia (hMG) – Terapi ini bisa membantu menginduksi ovulasi pada sister dan meningkatkan produksi sperma pada paksu.
- Donasi sel telur, sperma, atau embrio – Kalau terapi hormonal nggak memberikan hasil yang optimal, opsi ini bisa jadi alternatif bagi pasangan yang ingin memiliki keturunan.
- Kriopreservasi – Nah, ini cocok buat sister dan paksu yang ingin menyimpan sel telur atau sperma untuk program kehamilan di masa depan. Tapi perlu diingat, metode ini belum menjadi perawatan standar ya!
Yuk, Pahami dan Kelola dengan Baik! Tujuan utama dari memahami kondisi ini adalah supaya sister dan paksu bisa mendapatkan informasi yang tepat soal dampak kelebihan zat besi pada kesuburan. Dengan pengetahuan yang cukup, kita bisa mengevaluasi pilihan pengobatan terbaik dan menentukan langkah yang paling sesuai untuk menjaga kesehatan reproduksi.
Jadi, kalau sister atau paksu memiliki kondisi ini atau sekadar ingin tahu lebih dalam, jangan ragu untuk konsultasi dengan tenaga medis ya! Sehat reproduksi, sehat mental, happy life! Informasi menarik lainnya sister dan paksu juga dapat follow Instagram @menujuduagaris.id
Referensi
- Supramaniam, P. R., Mittal, M., Hay, D., Narvekar, N., Lim, L. N., & Becker, C. M. (2018). Haemoglobinopathy: Considerations for reproductive health. The Obstetrician & Gynaecologist, 20(4), 253-259.
- https://www.halodoc.com/artikel/siapa-saja-yang-rentan-alami-kelebihan-zat-besi-dalam-tubuh
![]()
Tahukah sister dan paksu bahwa Women’s reproductive, maternal, newborn, child, and adolescent health (RMNCAH) merupakan pondasi penting bagi perkembangan generasi mendatang yang sehat. Dilain sisi RMNCAH juga menjadi pendorong utama bagi kemajuan populasi dan masyarakat di masa depan. Hal ini semakin krusial di tengah tantangan kesehatan reproduksi dan angka kelahiran yang terus berubah di berbagai negara. Yuk pahami lebih lanjut!
Pencapaian dan Tantangan Global dalam RMNCAH
Dalam beberapa dekade terakhir, banyak negara telah mencatat pencapaian luar biasa dalam upaya menurunkan angka kematian ibu dan anak. Kemajuan ini menunjukkan komitmen global dalam mencapai tujuan pembangunan yang berfokus pada kesehatan masyarakat. Namun, seiring dengan perkembangan pesat dalam berbagai sektor, tantangan baru terus muncul dalam upaya meningkatkan RMNCAH secara lebih komprehensif.
Faktor Penyebab Tantangan RMNCAH
Tantangan tersebut muncul akibat perubahan sosial dan ekonomi yang cepat serta dampak dari dinamika demografi, gaya hidup, lingkungan, dan perkembangan teknologi medis. Selain itu, ancaman penyakit menular baru, seperti COVID-19, semakin memperumit upaya peningkatan kesehatan masyarakat. Belum lagi ekosistem yang ada di era sekarang, juga gaya hidup yang kadang tidak diperhatikan. Pembahasan ini secara menarik dibahas oleh the lancet salah satu ruang publikasi yang membahas tentang kesehatan.
Bagi pejuang dua garis, tantangan dalam mendapatkan akses terhadap layanan kesehatan reproduksi yang berkualitas juga menjadi perhatian utama. Mulai dari edukasi mengenai kesuburan, pemeriksaan kesehatan prakonsepsi, hingga layanan medis yang merata dan terjangkau, semuanya menjadi bagian penting dalam perjalanan menuju kehamilan yang sehat dan aman.
Langkah Menuju RMNCAH yang Inklusif
Periode saat ini menjadi fase yang sangat penting bagi berbagai negara dalam mencapai cakupan universal RMNCAH. Hal ini mencakup akses yang lebih luas terhadap layanan kesehatan berkualitas serta peningkatan pemerataan layanan bagi seluruh masyarakat. Untuk itu, strategi yang tepat diperlukan guna memastikan bahwa seluruh kelompok populasi, termasuk pejuang dua garis, mendapatkan perlindungan kesehatan yang optimal.
Sebagai bagian dari upaya ini, diperlukan komitmen dari berbagai pihak untuk meninjau terutama di Indonesia untuk melihat apa yang akan terjadi untuk tantangan dimasa yang akan datang, juga diperlukan menganalisis tantangan saat ini, dan menetapkan prioritas langkah ke depan. Dengan pendekatan berbasis data dan kebijakan yang tepat, diharapkan setiap pasangan yang berjuang mendapatkan keturunan dapat memperoleh dukungan yang lebih baik, sehingga generasi mendatang dapat tumbuh dalam lingkungan yang lebih sehat dan sejahtera. Pembahasan mengenai Women’s reproductive, maternal, newborn, child, and adolescent health, akan MDG bahas lebih spesifik dalam artikel-artikel lainnya. Untuk informasi menarik lainnya jangan lupa untuk follow Instagram @menujuduagaris.id
Referensi
Qiao, J., Wang, Y., Li, X., Jiang, F., Zhang, Y., Ma, J., … & Hesketh, T. (2021). A Lancet Commission on 70 years of women’s reproductive, maternal, newborn, child, and adolescent health in China. The Lancet, 397(10293), 2497-2536.

Sister, pernah dengar kalau IMT atau indeks massa tubuh bisa mempengaruhi peluang keberhasilan program bayi tabung? Bahkan salah di negara lain seperti di Inggris, layanan fertilitas yang didanai publik punya aturan ketat soal siapa yang bisa mendapatkan perawatan lewat NHS. Salah satu syaratnya adalah IMT, yang diterapkan baik di sektor publik maupun swasta.
Bahkan ada sebuah temuan dari Supramaniam, 2018 yang turut ini membahas bagaimana peningkatan IMT berdampak pada hasil perawatan fertilitas. Studi tersebut turut menyertakan data dengan kriteria IMT WHO, yang jadi referensi utama bagi dokter dan pihak komisioning klinis dalam menentukan siapa yang bisa menerima perawatan. Bahkan dalam penelitian ini menjadi pembaruan dari tinjauan sistematis yang sudah dilakukan sebelum-sebelumnya dengan tambahan data besar dari Society for Assisted Reproductive Technology (SART). Baca lebih lanjut yuk!
BMI dan Tingkat Keberhasilan ART
ART dan kesehatan tubuh sangat memiliki pengaruh satu dengan lain mengapa? karena tentu saja proses yang ada pada ART seperti IVF membutuhkan tubuh yang sehat agar memperlancar mulai dari proses ovulasi hingga transfer embrio. Tubuh sehat juga berdampak kepada yang lain salah satunya kehidupan yang lebih panjang
Hal ini ditemukan dari sebuah 49 studi yang dianalisis, ditemukan bahwa Memiliki berat badan yang ideal ternyata berpengaruh pada kesehatan, termasuk dalam hal kesuburan. Penelitian menunjukkan bahwa mereka yang memiliki BMI normal memiliki risiko 19% lebih rendah mengalami gangguan kesuburan dibandingkan dengan mereka yang berada di luar kategori BMI normal. Dengan kata lain, menjaga berat badan dalam rentang yang sehat bukan hanya soal penampilan, tetapi juga dapat berdampak positif pada kesehatan reproduksi
Kenapa BMI Bisa Berpengaruh?
Setelah melihat dari banyaknya temuan membuktikan bahwa BMI memiliki dampak nyata terhadap keberhasilan ART. BMI berpengaruh ke kesehatan reproduksi karena tubuh butuh keseimbangan hormon untuk bisa berfungsi dengan baik, termasuk dalam hal kesuburan. Kalau BMI terlalu rendah atau terlalu tinggi, keseimbangan hormon bisa terganggu, dan ini bisa mempengaruhi peluang kehamilan.
Kalau BMI terlalu rendah (kurus):
- Tubuh bisa kekurangan lemak yang dibutuhkan untuk produksi hormon seperti estrogen.
- Siklus haid bisa jadi tidak teratur atau bahkan berhenti (amenore), sehingga sulit hamil.
- Pada pria, jumlah dan kualitas sperma bisa menurun.
Kalau BMI terlalu tinggi (gemuk):
- Lemak berlebih bisa mengganggu keseimbangan hormon, meningkatkan kadar estrogen berlebih, yang bisa menghambat ovulasi.
- Risiko PCOS (Polycystic Ovary Syndrome) lebih tinggi, yang sering dikaitkan dengan sulit hamil.
- Pada pria, kelebihan lemak bisa menurunkan kadar testosteron dan kualitas sperma.
Jadi, menjaga berat badan tetap ideal membantu tubuh bekerja lebih optimal, termasuk dalam hal kesuburan!
Buat sister yang sedang menjalani program kehamilan, menjaga berat badan ideal bisa jadi salah satu faktor pendukung keberhasilan ART. Yuk, diskusi lebih lanjut dengan tenaga medis terpercaya untuk perencanaan yang lebih matang! informasi menarik lainnya bisa follow Instagram @menujuduagaris.id
Referensi
- Supramaniam, P. R., Mittal, M., McVeigh, E., & Lim, L. N. (2018). The correlation between raised body mass index and assisted reproductive treatment outcomes: a systematic review and meta-analysis of the evidence. Reproductive health, 15, 1-15.
- https://www.artfertilityclinics.com/in/en/art-blog/mens-fertility-health