• Skip to main content
Menuju Dua Garis
  • Home
  • About Us
  • Our Story
  • Articles
  • Services
  • Kata Mereka
  • Join Us
×
  • Home
  • About Us
  • Our Story
  • Articles
  • Services
  • Kata Mereka
  • Join Us

Artikel Informasi Untuk Pejuang Dua Garis

Kontrasepsi Hormonal: Kenapa Banyak orang yang Mulai Menolak?

February 27, 2025

 

Sister, pernah nggak sih kamu atau teman-teman curhat soal pengalaman kurang menyenangkan pakai kontrasepsi hormonal? Kayak pil, suntikan, implan, atau AKDR hormonal? Nah, dalam dekade terakhir, makin banyak perempuan di negara-negara Barat yang bersuara di media sosial tentang pengalaman mereka yang nggak memuaskan pakai kontrasepsi ini.

Tapi disisi lain, banyak juga yang menuduh mereka menyebarkan “hormonofobia” fenomena ini merupakan proses ketakutan berlebihan terhadap hormon tanpa alasan yang benar-benar rasional. MDG ingin menjabarkan lebih lanjut bagaimana fenomena ini terjadi. Baca sampai habis ya!

Alasan Kenapa Mulai banyak yang Menolak Kontrasepsi Hormonal?

Sebuah temuan oleh Guen dkk, 2021 dengan melakukan tinjauan terhadap 42 penelitian ilmiah terbaru, ada delapan alasan utama kenapa perempuan dan bahkan para paksu mulai mempertanyakan atau menolak kontrasepsi hormonal diantaranya adalah:

  1. Efek samping fisik – Banyak dari pengguna yang mengalami sakit kepala, mual, kenaikan berat badan, atau perubahan pada kulit setelah pakai kontrasepsi hormonal
  2. Kesehatan mental yang berubah – Ada yang merasa lebih mudah cemas, gampang sedih, atau mood swing setelah konsumsi hormon. Ada juga yang merasa “nggak jadi diri sendiri” lagi.
  3. Dampak negatif pada seksualitas – Beberapa pengguna melaporkan penurunan gairah atau perubahan dalam respons tubuh mereka terhadap pasangan.
  4. Kekhawatiran soal kesuburan – Ada yang takut kalau berhenti pakai kontrasepsi hormonal, nanti jadi susah hamil. Walaupun banyak penelitian bilang efeknya sementara, tetap aja banyak yang khawatir.
  5. Seruan ke alam – Seseorang yang memilih jalur natural biasanya ingin metode kontrasepsi yang lebih “alami” dan minim intervensi hormon.
  6. Kekhawatiran soal menstruasi – Ada yang merasa siklusnya jadi berantakan atau malah berhenti total saat pakai kontrasepsi hormonal.
  7. Ketakutan dan kecemasan – Banyak perempuan ragu karena kurangnya informasi yang jelas soal efek jangka panjang dari hormon ini.
  8. Delegitimasi efek samping – Kadang, keluhan perempuan soal kontrasepsi hormonal dianggap remeh oleh tenaga medis atau pasangan mereka. Padahal, efek sampingnya nyata dan bisa mempengaruhi kualitas hidup.

Jadi, Apakah Semua Ini Hanya “Hormonofobia”? 

Apakah serentetan tersebut hadir sebagai salah satu alasan perempuan dan paksu menolak kontrasepsi hormonal. Tapi faktanya bukan cuma karena takut sama hormon, tapi juga karena pengalaman pribadi dan kebutuhan yang berbeda-beda. Memang perlu konsultasi pada ahli, juga mencari informasi yang kredibel. Jangan sampai salah informasi dan asal mengambil saja tanpa mencari lebih lanjut. 

Nah, kalau kamu sendiri gimana, sister? Pernah ngalamin hal serupa atau punya pengalaman lain soal kontrasepsi? Untuk informasi menarik lainnya sister dan paksu dapat follow Instagram @menujuduagaris.id

Referensi

Le Guen, M., Schantz, C., Régnier-Loilier, A., & de La Rochebrochard, E. (2021). Reasons for rejecting hormonal contraception in Western countries: A systematic review. Social science & medicine, 284, 114247.

Melihat Infertilitas dan IVF dalam sudut pandang Komunitas Beragama

February 26, 2025

 

Teknologi reproduksi berbantuan (TRB) telah menjadi topik yang sarat dengan dilema moral dan etika di berbagai komunitas agama. Para cendekiawan telah menunjukkan bagaimana keterbatasan moral dan peringatan yang diajukan banyak agama terhadap TRB menghambat pencarian bantuan medis bagi perempuan yang menghadapi infertilitas. 

Apakah sister dan paksu juga mengalami keadaan tersebut? ketika bersama dengan komunitas atau ruang beragama? mengapa seperti itu? yuk pahami lebih lanjut!

Terjadinya Kesunyian dalam Dialog Infertilitas dan IVF

Infertilitas adalah isu yang kompleks, tidak hanya secara medis tetapi juga sosial dan psikologis. Namun, dalam komunitas beragama, pembicaraan mengenai infertilitas sering kali dilakukan dalam bentuk yang sangat umum, tanpa menyentuh aspek spesifik seperti prosedur medis yang tersedia, termasuk IVF. Studi empiris kualitatif menunjukkan bahwa umat paroki lebih cenderung berbicara tentang infertilitas secara luas, seperti tantangan emosional dan sosial yang dihadapinya, tetapi jarang membahas solusi medis secara rinci.

Di sisi lain, anggota pendeta juga cenderung tidak menyinggung larangan gereja terhadap IVF kecuali mereka secara eksplisit ditanya mengenai hal tersebut. Sikap ini dapat dianggap sebagai bentuk pendekatan pastoral yang lebih inklusif dan menghindari konflik langsung dengan jemaat yang mungkin mengalami kesulitan dalam hal kesuburan. Namun, absennya dialog yang terbuka juga dapat mengakibatkan kebingungan di kalangan jemaat tentang sikap resmi Gereja serta pilihan yang tersedia bagi mereka.

Mengapa cenderung tidak Disuarakan?

Ada beberapa alasan mengapa dialog tentang IVF dan infertilitas dalam komunitas beragama seperti Katolik cenderung terbatas:

  1. Ketakutan Akan Stigma dan Penilaian Sosial
    Infertilitas masih dianggap sebagai isu yang sensitif, dan banyak pasangan merasa ragu untuk membicarakannya secara terbuka karena takut mendapatkan penilaian negatif dari lingkungan mereka.
  2. Pendekatan Pastoral yang Tidak Konfrontatif
    Para pendeta mungkin menghindari menyebutkan larangan IVF secara langsung agar tidak menambah beban emosional jemaat yang sedang menghadapi tantangan infertilitas.
  3. Kurangnya Pemahaman tentang IVF di Kalangan Jemaat
    Tanpa adanya dialog yang jelas, banyak umat Katolik mungkin tidak sepenuhnya memahami posisi Gereja terhadap IVF atau bahkan tidak menyadari bahwa ada larangan terkait prosedur tersebut.
  4. Nilai-Nilai Tradisional yang Masih Dominan
    Banyak pasangan Katolik masih memegang teguh ajaran bahwa anak adalah anugerah Tuhan yang harus diterima secara alami, bukan sebagai hasil intervensi medis.

Kesunyian dalam dialog mengenai IVF dan infertilitas di dalam komunitas Katolik mencerminkan dilema yang lebih luas antara ajaran agama dan kebutuhan medis. Di satu sisi, Gereja Katolik mempertahankan posisi moralnya terhadap teknologi reproduksi berbantuan. Namun, di sisi lain, banyak pasangan yang mengalami infertilitas merasa perlu mendapatkan informasi dan dukungan yang lebih terbuka.

Untuk mengatasi kesenjangan ini, diperlukan upaya dari kedua belah pihak: jemaat harus merasa lebih nyaman dalam mendiskusikan isu infertilitas, sementara para pemuka agama dapat mencari cara yang lebih empatik dalam menyampaikan ajaran Gereja mengenai IVF tanpa mengabaikan kebutuhan emosional dan medis jemaat. Tentu hal ini tidak hanya terjadi dalam katolik, tapi juga agama lainnya. MDG dalam kesempatan ini menarik mengangkat dari segi katolik karena menemukan sebuah penelitian yang membahas tentang ini. Untuk informasi menarik lainnya sister dan paksu dapat follow Instagram @menujuduaagris.id

Referensi

Nicolas, P. (2021). In vitro fertilization: A pastoral taboo?. Journal of religion and health, 60(3), 1694-1712.

https://mirror.mui.or.id/produk/fatwa/41111/bagaimana-fatwa-mui-tentang-hukum-bayi-tabung/

https://katolisitas.org/tentang-bayi-tabung/

Pendidikan Seks di Indonesia: Penting, Tapi dan Masih dianggap Tabu

February 25, 2025

Sister, pernah nggak sih kamu merasa bingung atau takut bertanya soal kesehatan reproduksi? Atau mungkin paksu juga pernah clueless soal ini? faktanya pendidikan seks masih dianggap hal yang tabu, padahal seharusnya ini jadi kebutuhan dasar yang nggak boleh diabaikan. Bayangkan jika pendidikan seks tidak banyak yang tahu bagaimana untuk memahami infertilitas? seks saja tabu, jangan-jangan masih banyak baik laki-laki maupun perempuan ketika menikah dihadapkan pada ketidakpahaman terkait infertilitas. MDG ingin membahas lebih lanjut mengapa pendidikan seks ini penting?

Kenapa Pendidikan Seks Itu Penting?

Banyak orang masih menganggap pendidikan seks sebagai sesuatu yang nggak pantas dibahas, apalagi di lingkungan keluarga atau sekolah. Padahal, di banyak negara Barat, pendidikan seks sudah jadi bagian dari kurikulum sekolah dan terbukti bisa mengurangi angka kehamilan remaja, penyakit menular seksual, hingga pelecehan seksual. Jadi, bukan hanya soal tahu anatomi tubuh, tapi juga tentang bagaimana menghargai diri sendiri dan orang lain.

Di Indonesia, nilai budaya dan agama yang kuat sering membuat topik ini dianggap sensitif. Akibatnya, banyak remaja harus mencari informasi sendiri dari internet atau teman sebaya, yang belum tentu sumbernya akurat. Padahal, edukasi yang salah bisa berujung pada kesalahpahaman, risiko kesehatan, dan bahkan bahaya yang lebih besar.

Siapa yang Bertanggung Jawab?

Pendidikan seks bukan hanya tanggung jawab sekolah, tapi juga orang tua, guru, konselor, psikolog, dan masyarakat. Kalau paksu nanti punya anak, tentu nggak mau kan si kecil dapat informasi yang salah dari sumber yang nggak jelas? Nah, ini saatnya kita mulai mengubah pola pikir dan memberikan pemahaman yang benar sejak dini.

Di beberapa negara, pendidikan seks diberikan sesuai dengan usia anak. Misalnya, anak kecil diajarkan soal batasan tubuh (body boundaries), lalu saat remaja mulai belajar tentang kesehatan reproduksi dan hubungan yang sehat. Metode ini bisa jadi inspirasi buat diterapkan di Indonesia, tentunya dengan pendekatan yang sesuai dengan budaya kita.

Dampak Jika Pendidikan Seks Tetap Dianggap Tabu

Kalau pendidikan seks terus dianggap tabu, risikonya bisa semakin besar:

  • Kehamilan remaja meningkat, karena kurangnya pengetahuan soal kontrasepsi, anak bisa menganggap bahwa kontak fisik pada area intim hanya sekedar pertemuan antar mukosa saja (tanpa resiko) 
  • Pelecehan seksual sulit dicegah, karena banyak anak nggak tahu cara melindungi diri atau mengenali tanda bahaya.
  • Penyakit menular seksual menyebar, karena minimnya pemahaman soal kesehatan reproduksi.

Beberapa kebijakan pendidikan seks di Indonesia mulai mengalami perubahan, meskipun masih dalam tahap awal. Misalnya, ada beberapa inisiatif untuk memasukkan pendidikan seks ke dalam kurikulum, meski masih bersifat terbatas. Harapannya, dengan edukasi yang lebih terbuka dan berbasis ilmiah, kita bisa membangun generasi yang lebih sadar akan pentingnya kesehatan reproduksi.

Sister, baik kita sebagai orang tua ataupun masyarakat sudah wajib bagi kita untuk mulai berani membahas topik ini dengan cara yang sehat dan edukatif. Pendidikan seks bukan hal yang memalukan, justru ini adalah bentuk kasih sayang kita untuk diri sendiri dan orang-orang tersayang. Kalau paksu masih ragu atau bingung, yuk belajar bareng supaya nanti bisa jadi orang tua yang lebih siap!

Saatnya kita ubah mindset bahwa pendidikan seks itu tabu. Karena, semakin kita paham, semakin kita bisa melindungi diri sendiri dan orang lain. Setuju nggak, sister? Informasi menarik lainnya sister dan paksu dapat akses di Instagram @menujuduagaris.id

Referensi

  • Biondi Situmorang, D. D. (2024). Implementation of Sex Education in Indonesia: A” Sine Qua Non” in Taboo. Buletin Psikologi, 32(1).
  • https://health.kompas.com/read/23G17080000768/dampak-buruk-anak-tidak-dapat-pendidikan-seks-sejak-dini
  • https://www.cnnindonesia.com/edukasi/20160314030425-317-117098/kekurangan-pendidikan-seks-di-indonesia

Menopause: Fase Baru Kehidupan yang Penuh Tantangan dan Peluang

February 25, 2025

 

Sister dan paksu, pernah nggak sih kamu atau orang di sekitarmu mulai merasakan perubahan dalam tubuh yang bikin bertanya-tanya, “Eh, ini kenapa ya?” Nah, kalau sudah memasuki usia tertentu, tubuh kita memang mengalami perubahan alami yang disebut menopause. Menopause itu sendiri adalah berhentinya menstruasi secara permanen, yang biasanya terbagi dalam beberapa tahap, yaitu premenopause, perimenopause, dan postmenopause.

Menopause nggak cuma soal siklus menstruasi yang berhenti, sister. Faktanya dalam keadaan itu perubahan hormonal juga terjadi dan membawa risiko kesehatan, seperti penyakit jantung, stroke, aterosklerosis, dan osteoporosis. Selain itu, perubahan ini juga bisa berdampak pada aspek psikologis, seperti kecemasan, mood swing, hingga gangguan tidur yang bikin kualitas hidup berkurang. Bahkan, dalam budaya Barat, menopause sering dikaitkan dengan hilangnya daya tarik seksual, yang bisa berujung pada depresi. MDG dalam hal ini ingin membahas untuk kalian, untuk itu baca sampai habis ya!

Menopause: Beban atau Kebebasan?

Di satu sisi, menopause memang bisa terasa seperti fase yang menantang. Tapi disisi lain, banyak perempuan yang justru merasa lebih bebas setelah melewatinya. Bebas dari siklus menstruasi, bebas dari keterbatasan budaya tertentu, dan bahkan menemukan kesempatan untuk berkembang lebih jauh! Jadi, daripada melihat menopause sebagai akhir dari sesuatu, kita bisa melihatnya sebagai awal dari fase baru dalam hidup yang lebih bermakna.

Mengatasi Gejala Menopause Secara Alami

Nah, sekarang pasti muncul pertanyaan: “Kalau gejalanya mengganggu, ada nggak sih cara mengatasinya selain terapi hormon?” Tenang, sister! Ada banyak alternatif sehat yang bisa membantu, salah satunya adalah aktivitas fisik. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa olahraga bisa membantu mengurangi stres, meningkatkan kualitas tidur, dan memperbaiki suasana hati. Bahkan, aktivitas fisik juga berperan dalam menjaga kesehatan jantung dan tulang, yang sering kali jadi perhatian utama saat menopause. Jadi, yuk mulai rajin bergerak supaya tubuh tetap sehat dan bugar!

Paksu juga bisa ikut berperan, lho! Memberikan dukungan emosional, memahami perubahan yang terjadi, dan tetap menjaga komunikasi yang baik bisa bikin sister merasa lebih nyaman dalam menjalani fase ini. Menopause bukan cuma tentang perubahan di tubuh, tapi juga soal bagaimana kita dan orang-orang di sekitar kita menghadapi perubahan ini bersama-sama.

Kesimpulan: Menopause, Fase Hidup yang Perlu Dihadapi dengan Bijak

Sister, menopause adalah bagian alami dari kehidupan, dan setiap perempuan akan mengalaminya. Yang penting, kita paham tentang perubahan yang terjadi, mencari cara untuk mengelola gejalanya, dan tetap menjaga kualitas hidup. Jangan ragu untuk berdiskusi dengan tenaga medis atau komunitas yang bisa memberikan dukungan. Ingat, menopause bukan akhir dari segalanya, melainkan awal dari babak baru yang bisa tetap menyenangkan! Pembahasan ini berkaitan dengan reproduksi untuk itu jika ada disekitar kita baik itu ibu kita atau yang lain, baiknya untuk memberikan dukungan yang maksimal karena proses ini memang tidak akan mudah, dan menjadi mudah dengan adanya orang disekitar. Nah jika ingin tau informasi menarik lainnya sister dan paksu dapat follow Istagram MDG di @menujuduagaris.id

Referensi

  • Hybholt, M. (2022). Psychological and social health outcomes of physical activity around menopause: A scoping review of research. Maturitas, 164, 88-97.
  • https://www.siloamhospitals.com/informasi-siloam/artikel/gangguan-psikologis-pada-masa-menopause

 

Mengungkap Dampak Stigma dalam Kesehatan Seksual dan Reproduksi

February 25, 2025

 

Kesehatan seksual dan reproduksi seringkali menjadi topik yang sulit dibicarakan secara terbuka. Sister dan paksu pasti merasakan hal tersebut, hal ini berkaitan dengan berbagai norma sosial, budaya, dan agama membentuk tabu dan akhirnya membungkam diskusi mengenai aspek penting dari kesehatan ini. 

MDG bertujuan untuk mengeksplorasi secara komprehensif lanskap tabu dalam kesehatan seksual dan reproduksi serta dampaknya terhadap individu, komunitas, dan kebijakan kesehatan masyarakat, baca sampai habis ya!

Tabu dalam Kesehatan Seksual dan Reproduksi

Tabu dalam kesehatan seksual dan reproduksi muncul dalam berbagai bentuk, mulai dari stigma seputar menstruasi, kontrasepsi, kesuburan, hingga orientasi seksual dan identitas gender. Masyarakat seringkali menganggap topik-topik ini sebagai hal yang sensitif atau bahkan terlarang untuk dibahas secara terbuka. Akibatnya, banyak dari kita yang mengalami kesulitan dalam mengakses informasi dan layanan kesehatan yang dibutuhkan.

Dalam satu dekade terakhir, berbagai penelitian telah menyoroti bagaimana tabu-tabu ini berakar secara historis dan berevolusi di berbagai budaya. Di beberapa komunitas, menstruasi masih dianggap sebagai sesuatu yang “kotor”, sehingga membatasi partisipasi perempuan dalam kegiatan sosial tertentu. Kontrasepsi juga sering kali diselimuti misinformasi, membuat banyak orang ragu atau takut menggunakannya. Hal itu yang menghambat akses layanan kesehatan juga informasi yang kredibel pada masyarakatw.

Dampak Tabu terhadap Kesehatan Masyarakat

Keadaan tersebut dalam kesehatan seksual dan reproduksi memiliki implikasi luas terhadap kesehatan masyarakat. Kesenjangan dalam akses layanan kesehatan menjadi salah satu dampak utama. Ketika individu merasa malu atau takut untuk mencari bantuan, mereka cenderung mengabaikan masalah kesehatan yang dapat dicegah atau diobati lebih dini. Hal ini tidak hanya berdampak pada kesehatan pribadi tetapi juga memperburuk ketimpangan dalam sistem kesehatan.

Selain itu, tabu juga berkontribusi pada penyebaran misinformasi. Kurangnya pendidikan seksual yang komprehensif di banyak negara membuat banyak remaja dan dewasa muda tidak memiliki pemahaman yang cukup mengenai hak-hak kesehatan seksual dan reproduksi mereka. Tanpa informasi yang benar, mereka lebih rentan terhadap risiko kehamilan yang tidak direncanakan, infeksi menular seksual, dan dampak psikologis akibat diskriminasi atau stigma. Hal ini pada masa yang akan datang juga turut berpengaruh pada kurangnya pemahaman tentang infertilitas. 

Membuka Dialog dan Mendorong Perubahan

Untuk mengatasi tabu dalam kesehatan seksual dan reproduksi, diperlukan pergeseran paradigma menuju dialog yang lebih terbuka, inklusif, dan berbasis fakta. Pendidikan seksual yang komprehensif harus diperkenalkan sejak dini agar individu memiliki pemahaman yang tepat mengenai tubuh mereka dan hak-hak kesehatan mereka. Selain itu, kebijakan publik harus didasarkan pada prinsip hak asasi manusia, memastikan bahwa semua orang memiliki akses yang setara terhadap layanan kesehatan seksual dan reproduksi tanpa diskriminasi.

Pada akhirnya, “Percakapan Terlarang” bukan hanya tentang mengungkap tabu, tetapi juga tentang mendorong perubahan nyata menuju layanan kesehatan seksual dan reproduksi yang lebih terbuka, tidak bias, dan komprehensif bagi semua orang. Di Indonesia sendiri kesehatan reproduksi diatur di peraturan pemerintah Nomor 61 tahun 2014 yang mengatur tentang kesehatan reproduksi dan peraturan pemerintah (PP) 28/2024 berfokus pada kesehatan reproduksi remaja. Untuk informasi menarik lainnya sister dan paksu dapat follow Instagram @menujuduagaris.id

Referensi 

  • Tohit, N. F. M., & Haque, M. (2024). Forbidden conversations: A comprehensive exploration of taboos in sexual and reproductive health. Cureus, 16(8).
  • chrome-extension://efaidnbmnnnibpcajpcglclefindmkaj/http://hukor.kemkes.go.id/uploads/produk_hukum/PP%20No.%2061%20Th%202014%20ttg%20Kesehatan%20Reproduksi.pdf
  • https://www.uii.ac.id/sehat-mental-dengan-menjaga-kesehatan-reproduksi/#:~:text=Isu%20kesehatan%20reproduksi%20masih%20dianggap,infeksi%20menular%20seksual%20(IMS).

Ketahui tentang Adenomyosis & Laparoskopi sebagai Solusi Minimal Invasif untuk Mengatasi

February 21, 2025

 

Sister adakah diantara kalian yang sering mengalami nyeri? nah bisa jadi sister mengalami Adenomyosis, ia hadir sebagai adalah kondisi di mana jaringan endometrium (lapisan dalam rahim) tumbuh ke dalam dinding otot rahim. Keadaan tersebut yang kemudian menyebabkan rahim membesar, serta menimbulkan nyeri haid yang hebat, perdarahan berlebih, dan ketidaknyamanan yang signifikan bagi penderitanya. MDG ingin menjelaskan lebih lanjut terutama hubungannya dengan Laparoskopi yang dapat dipilih menjadi salah satu pengobatan. 

Diagnosis Adenomyosis

Penyebab dari adenomiosis sayangnya belum diketahui secara pasti apa penyebab adenomiosis. Namun, terdapat dugaan bahwa kondisi ini dapat dipengaruhi oleh ketidakseimbangan hormon (estrogen, progesteron, prolaktin, dan hormon perangsang folikel), genetik, inflamasi/peradangan, atau trauma akibat operasi rahim sebelumnya.

Adenomiosis juga bisa terjadi akibat terganggunya batas antara lapisan terdalam endometrium, endometrium basalis, dan miometrium di bawahnya. Proses ini menyebabkan siklus proliferasi endometrium yang tidak semestinya ke dalam miometrium, kemudian diikuti dengan pembentukan pembuluh darah kecil serta pertumbuhan dan perkembangan miometrium yang tidak normal

Pada perempuan yang mencoba melakukan pemeriksaan makan diagnosis disebut adenomiosis ketika rahim berbentuk bulat dan beberapa area bayangan terlihat, terkadang digambarkan berbentuk kipas, dengan kesulitan membedakan miometrium luar dari zona persimpangan dan perubahan kistik di zona persimpangan dan miometrium. Fitur tambahan yang dapat terlihat termasuk zona persimpangan yang tidak teratur, atau terputus-putus, dengan pulau-pulau hiperekoik. Bila ada beberapa tanda, diagnosisnya lebih pasti; namun, adenomiosis bisa bersifat fokal daripada difus. Bila adenomiosis fokal terjadi, hanya beberapa area fokal yang berbayang yang mungkin terlihat, yang dapat disalah artikan sebagai fibroid. Dalam kasus ini, MRI dapat membedakan adenomiosis dari fibroid dengan kepastian yang lebih besar.

Laparoskopi Sebagai Pengobatan

Laparoskopi sendiri adalah tindakan medis yang bertujuan memeriksa dan mengobati kondisi organ perut dan panggul. Tindakan ini biasanya digunakan untuk memeriksa maupun mengobati sejumlah gangguan di kantung empedu, usus, atau rahim.

Laparoskopi disebut juga dengan lubang kunci, yaitu prosedur yang dilakukan dengan memasukkan alat laparoskop. Keunggulan dari laparoskopi adalah bisa menghindari sayatan besar yang biasanya dilakukan pada operasi konvensional. Mari ketahui lebih jauh tentang tindakan laparoskopi melalui ulasan di bawah ini.

Sebuah penelitian dengan judul “ Laparoscopic Surgery for Focal Adenomyosis” menemukan bahwasanya Adenomiomektomi laparoskopi dengan TOUA adalah metode bedah yang aman dan efektif bagi wanita dengan adenomiosis uterus fokal yang ingin mempertahankan kesuburan.

Meski begitu sister dan paksu tetap harus berkonsultasi dengan dokter dan disesuaikan ya jangan sampai salah penanganan, Informasi menarik lainnya follow Instagram @menujuduagaris.id

Referensi

  • Kwack JY, Kwon YS. Laparoscopic Surgery for Focal Adenomyosis. JSLS. 2017 Apr-Jun;21(2):e2017.00014. doi: 10.4293/JSLS.2017.00014. PMID: 28642638; PMCID: PMC5464959. 
  • https://www.siloamhospitals.com/informasi-siloam/artikel/apa-itu-laparoskopi
  • https://www.aafp.org/pubs/afp/issues/2022/0100/p33.html
  • https://www.siloamhospitals.com/informasi-siloam/artikel/apa-itu-adenomiosis

 

Infertilitas Hidrosalping Bilateral: Penyebab, Gejala, dan Pengobatan

February 20, 2025

 

Sister dan paksu adakah dari kalian yang juga mengalami salah satu kasus infertilitas tersumbatnya tuba? iya ini juga dapat disebut sebagai hidrosalping yang merupakan gangguan pada organ reproduksi wanita akibat terjadinya penumpukan cairan pada saluran tuba falopi. Tentu saja kondisi tersebut dapat menyebabkan perempuan sulit hamil karena proses pertemuan sel telur dan sel sperma menjadi terhalang. kira-kira apa saja penyebabnya dan bagaimana cara menyelesaikan? MDG akan menjabarkan lebih lanjut. Baca sampai habis ya!

Penyebab & gejala hidrosalping

Infeksi sebelumnya, yang paling umum adalah klamidia (penyakit menular seksual), dapat menyebabkan hidrosalping. Operasi sebelumnya di area panggul, terutama pada tuba falopi itu sendiri, juga dapat menjadi penyebabnya. Penyebab lain dari penyumbatan tuba falopi meliputi endometriosis, perlengketan di daerah panggul, beberapa tumor, dan infeksi lain, seperti radang usus buntu atau penyakit radang panggul.

Kebanyakan perempuan mungkin tidak merasakan gejala apapun, kecuali ketidakmampuan untuk hamil. Yang lain mungkin mengalami nyeri di panggul atau perut bagian bawah, atau mengeluarkan cairan vagina yang berubah warna atau lengket. Kehamilan ektopik merupakan indikasi kemungkinan adanya hidrosalping.

Diagnosis & pengobatan hidrosalping

Dokter paling sering menggunakan hysterosalpingogram untuk mendiagnosis hidrosalping. Ini adalah jenis evaluasi sinar-X pada tuba falopi dengan menggunakan kateter tipis yang dimasukkan melalui serviks dan rahim untuk menyuntikkan pewarna yang memperlihatkan garis besar tuba falopi. Serangkaian gambar sinar-X menunjukkan pengisian tuba fallopi, yang menunjukkan kepada dokter apakah tuba falopi tersumbat.

Dokter juga dapat melihat bahwa tuba falopi membesar menggunakan tes pencitraan ultrasonografi. Operasi laparoskopi, di mana tabung kecil dengan kamera dimasukkan melalui sayatan kecil di perut, memungkinkan dokter bedah untuk memberikan pewarna yang dapat menunjukkan apakah tuba falopi tersumbat oleh hidrosalping.

Apa kata Peneliti?

Sebuah penelitian dengan judul “Assessment Of Efficacy Of Hysteroscopic Tubal Occlusion In Assessment Of Efficacy Of Hysteroscopic Tubal Occlusion In Infertile Patients With hydrosalpinx Infertile Patients With hydrosalpinx” Penelitian menemukan efektivitas oklusi tuba histeroskopi dengan elektrokoagulasi pada pasien infertil dengan hidrosalping. Dan menemukan bahwasanya ada keberhasilan oklusi tuba mencapai 89,29%, sementara kegagalan sebesar 10,71%.

Kesimpulannya, elektrokoagulasi tuba histeroskopi terbukti efektif dalam menangani hidrosalping. Prosedur ini lebih cepat, tidak memerlukan anestesi, lebih nyaman bagi pasien, dan memiliki risiko komplikasi lebih rendah dibandingkan metode bedah lainnya.

Dari penjabaran itu tentu saja sister dan paksu masih harus berkonsultasi dengan dokter terkait penanganan mana yang lebih tepat dan dapat disesuaikan, karena jika salah langkah akan berakibat makin fatal. Informasi menarik lainnya sister dan paksu dapat follow Instagram @menujuduagaris.id

Referensi

  • Abdelaziz, A. M. I. Assessment of Eficacy of Hysteroscpoic Tubal Occlusion in Infertile Patients With Hydrosalpinx.
  • https://fertilitynj.com/infertility/female-infertility/structural-causes/hydrosalpinx/
  • https://fertilitynj.com/infertility/female-infertility/structural-causes/hydrosalpinx/

Ketahui dampak Infertilitas yang Bukan Hanya perkara Fisik Tapi juga Mental!

February 19, 2025

 

Sister, kalian yang sedang berjuang dengan infertilitas mungkin menjadi salah satu ujian besar dalam hubungan. Atau disisi lain bahkan semakin merekatkan? jadi dapat disimpulkan ya bahwa infertilitas itu nggak hanya berkaitan dengan fisik, tapi juga mental! Banyak pasangan merasa stres, cemas, bahkan hubungan jadi tegang karena tekanan ini. wah mengapa bisa begitu ya? MDG akan menjelaskan lebih lanjut

Infertilitas dan Rentan Stress

Stres hadir sebagai salah satu respon terhadap stimulus eksternal yang melebihi kapasitas koping seorang individu. Stres umumnya mempengaruhi semua sistem tubuh termasuk sistem kardiovaskuler, pernapasan, endokrin, gastrointestinal, saraf, otot, dan reproduksi. Stres diketahui memiliki hubungan dengan kejadian infertilitas. Pasien yang infertil secara signifikan memiliki lebih banyak gejala kecemasan dan depresi daripada individu yang tidak infertil. Stres psikologis dianggap sebagai bagian dari faktor lingkungan yang mempengaruhi fertilitas. 

Beberapa sumber menyebutkan bahwa stres dapat menyebabkan infertilitas dengan mengubah kondisi hormonal pada wanita. Secara khusus, sumbu hipotalamus-hipofisis-adrenal (HPA axis) memiliki peran penting dalam memediasi efek neuroendokrin. Hal ini bertanggung jawab untuk sekresi kortisol atau yang juga dikenal sebagai hormon stres karena produksinya meningkat dalam kondisi stres kronis. 

Mental health Melalui Support Pasangan

Sebuah studi menunjukkan bahwa perempuan lebih rentan mengalami stres dan kecemasan terkait infertilitas. Semakin lama infertilitas berlangsung (>6 tahun), semakin besar dampaknya pada emosional dan hubungan pernikahan. Dalam studi ditemukan bahwa pada pasangan yang saling mendukung justru bisa melewati ini dengan lebih kuat!

Jadi, sister dan pasangan perlu saling terbuka, mendukung satu sama lain, dan menghadapi ini bersama. Jangan ragu untuk ngobrol, cari solusi bareng, dan kalau perlu, konsultasi ke ahli. Dengan komunikasi dan dukungan yang tepat, hubungan justru bisa makin erat!

Jadi, sister, jangan pernah merasa sendirian dalam perjalanan ini! Infertilitas memang bisa jadi tantangan besar, tapi dengan komunikasi yang baik dan dukungan dari pasangan maupun orang terdekat, semuanya bisa lebih mudah dijalani. Yang penting, tetap jaga kesehatan fisik dan mental ya! Kalau butuh bantuan, jangan ragu untuk mencari support dari ahli. Kamu kuat, kamu nggak sendiri, dan selalu ada harapan! Dan tentu saja sejak kalian menjadi bagian MDG itu adalah langkah sister mendapatkan bantuan secara mental, untuk informasi menarik lainnya dapat di akses di Instagram kami @menujuduagaris.id

Referensi

  • Iordachescu, D. A., Gica, C., Vladislav, E. O., Panaitescu, A. M., Peltecu, G., Furtuna, M. E., & Gica, N. (2021). Emotional disorders, marital adaptation and the moderating role of social support for couples under treatment for infertility. Ginekologia polska, 92(2), 98-104.
  • Suardika, A. (2023). Hubungan antara Stres dengan Kejadian Infertilitas pada Wanita. Jurnal Penelitian Kesehatan” SUARA FORIKES”(Journal of Health Research” Forikes Voice”).

 

  • « Previous
  • 1
  • …
  • 31
  • 32
  • 33
  • 34
  • 35
  • …
  • 57
  • Next »
ayo-gabung-mdg

Tentang MDG

Menuju Dua Garis merupakan komunitas yang dibentuk oleh Rosiana Alim, atau akrab disapa Mizz Rosie untuk berbagi kisah perjuangan hidupnya dalam menantikan buah hati serta mewadahi para wanita yang sedang berjuang menghadapi infertilitas dan menantikan kehadiran buah hati.

Join Komunitas MDG

Join Komunitas

Follow Social Media Kami

© 2025 Menuju Dua Garis. All Rights Reserved.